Perspektif Ulama Mengenai Pondok Pesantren Al-Zaytun Indramayu

Opini1043 Dilihat

PONDOK Pesantren Al Zaytun yang sedang populer belakangan ini dikarenakan aliran yang tidak sejalan dengan Al qur’an dan hadist lalu ditunjukkan kepada publik membuat warganet geram. Hal ini membawa dampak buruk kepada para orang tua, mereka menjadi cemas dan khawatir untuk memasukan putra/putrinya ke dalam pondok pesantren. Pondok pesantren Al Zaytun menuai problematik dengan cara mereka sholat mencampur saff antara laki laki dan wanita, Bahkan belakangan ini mereka menjadi pusat perhatian dikarenakan usai menyebut Bung Karno sebagai mazhab mereka dan ditambah lagi diperboleh kan santri santrinya untuk melakukan zinah lalu dosanya bisa di tebus dengan uang, bagaimana tanggapan para ulama mengenai kasus tersebut? Mari kita bahas tuntas.

Menurut Wakil Ketua MUI KH Marsudi Syuhud, pelaksanaan sholat di ponpes Al Zaytun tetap sah, tetapi makhruh. Makruh sesuatu yang tidak disenangi Allah SWT. Sedangkan untuk tata cara beribadah sebagai bentuk untuk mendekatkam diri kepada Allah SWT sudah diatur dan diajarkan sejak dahulu pada zaman nabi.

“Bahwa beribadah kepada Allah SWT memiliki aturan-aturan dan hukum-hukum tertentu,” kata Marsudi, Senin (1/5/2023).

Tidak hanya itu KH Marsudi Syuhud juga menekankan adab kesopanan yang telah di ajarkan ulama ulama. “Ketika kita beribadah sudah ada aturan bakunya, hukumnya bagaimana melaksanakan sholat sendiri, bagaimana melakukan sholat berjamaah antara laki-laki dan perempuan,” ujar Marsudi.

Menurut Hadist Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah bersabda; “Saff terbaik laki laki yang terdepan dan saff terburuk laki- laki berada di belakang. Sedangkan untuk perempuan saff terbaik perempuan di belakang dan saf terburuk di depan.”

Jadi tata cara sholat harus benar- benar dipelajari sejak dini secara baik dan benar agar kedepannya tidak percaya dengan aliran yang kurang baik. Seharusnya di dalam hidup kita harus ada pembimbing yang benar agar nanti jika kita membingungkan suatu hal, bisa bertanya terhadap pembimbing tersebut. Yang dimaksud pembimbing seperti ustad, kyai, para ulama dan lain sebagainya yang paham betul tentang ajaran ajaran yang sudah diajarkan nabi.

Tak sampai di situ pondok pesantren Al Zaytun membolehkan para santrinya untuk melakukan hal zinah jika memiliki uang dikarenakan, menurut mereka dosa zinah bisa di tebus menggunakan uang.

“Pacaran tidak boleh, berzinah tidak boleh kalau tidak punya uang kalo ada uang boleh dilakukan,” ucap Ken Setiawan, salah satu mantan tokoh Negara Islam Indonesia (NII) dalam podcast di chanel YouTube @Herriprass, seperti dikutip, Selasa, 23 Mei 2023.

Menurut Ken Setiawan, ponpes Al Zaytun Indramayu memiliki pemahaman lembaga kerasulan. Ia menganggap bisa menebus seluruh dosa termasuk dosa berzinah. Lalu ia juga membeberkan kasus pencabulan di ponpes Al Zaytun semuanya real namun pendiri ponpes Al Zaytun Panji Gumilang mampu menghilangkan jejak dan merombak seluruh tempat kejadian perkara.

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari keduanya dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah (dalam melaksanakan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2). Jadi tidak ada tebusan dosa melalui uang, jika ia sudah berzinah maka harus dihukum sesuai dengan yang ada di Al-qur’an atau hadist.

Akhirnya kontroversial yang kini sudah beredar di kalangan masyarakat terutama di media sosial membuat para netizen penasaran kenapa pondok itu masih berdiri tegak. Namun, ada pelajaran untuk masyarakat yang dapat diambil pilihlah tempat untuk menuntut ilmu dengan aliran yang jelas sesuai dengan Ahlusunnah wal jamaah dan zinah itu perbuatan dosa yang hanya bisa ditebus jika kita sholat taubat dan melakukan hukuman yang telah ditetapkan oleh Al-quran atau hadist. Pemerintah dan MUI harus lebih bisa menindak lanjuti kasus ini secara tegas agar tidak ada lagi orang yang terjerumus kedalamnya. (Cahya Azizah, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *