Zaini Sidi; Tidak Ada Perbedaan Muhammadiyah dan NU…

Umum1388 Dilihat

SIAPA yang tak kenal pengusaha besi asal Madura yang tinggal dan sudah menetap lama di Kota Bekasi, H Zaini Sidi. Dengan seabrek jabatan mulai dari Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi hingga Dewan Pertimbangan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi. Bahkan di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bekasi Zaini adalah sosok tokoh yang punya pengaruh kuat.

Lantas, apakah dia hanya NU-isme? Ternyata tidak. Beberapa kali Zaini mengadakan pengajian (Maulid Nabi), justru yang membaca doanya adalah tokoh Muhammadiyah. Padahal, di acara tersebut ada sejumlah tokoh NU lokal dan nasional.

“Pembaca doanya saya suruh Ketua Muhammadiyah Kota Bekasi KH Sukandar Ghozali. Kan tidak ada perbedaan kelas antara Muhammadiyah dan NU dalam hal baca doa, bagi saya sama saja,” jelas Zaini di kantor MUI Kota Bekasi, Selasa (13/2/2024).

Ketika disinggung sikapnya yang terlalu dermawan dalam hal memberi, Zaini menolaknya. “Dulu saya merasa ketika acara Maulid Nabi saya hanya mampu bersedekah 100 kg beras, alhamdulillah setiap tahun nambah. Dan sekarang sanggup 8.000 kg beras. Harta itu hanya titipan yang mestinya harus kita sedekahkan kepada masyarakat,” lanjutnya.

Lantas, untuk pilpres pilih siapa besok, Rabu (14/2/2024)? Zaini tanpa sungkan menyatakan dia adalah salah satu tim sukses capres/cawapres. Namun, siapapun presidennya, yang penting pendidikan di SLTA dan gizi harus jadi perhatian utama. Jika tidak, maka proses terciptanya lapangan kerja di Kota Bekasi tidak akan tercapai.

Penegasan itu disampaikannya mengingat pengalamannya saat berkunjung ke salah satu pabrik terbesar di Kota Bekasi beberapa waktu lalu.

“Waktu saya berkunjung ke sana bersama Kadisnaker Kota Bekasi, dilaporkan bahwa pabrik tersebut menerima 200 tenaga kerja asal SLTA di Kota Bekasi. Yang daftar hampir 4.000 orang, tapi yang diterima hanyalah 20 orang,” ujar Zaini.

Kegagalan itu terutama karena fisik, dimana saat berjalan kaki di stadion disyaratkan delapan putaran, umumnya pelamar hanya mampu tiga putaran. Ini disebabkan anak-anak SLTA terlalu dimanjakan dengan makanan siap saji.

“Sempat dikatakan bahwa urusan SLTA wewenangnya Jawa Barat, saya bilang tetap harus jadi tanggung jawab kita. Gak bener itu, bukankan selulus SLTA tenaga mereka dibutuhkan pabrik yang ada di Kota Bekasi juga. Tidak urusan Jawa Barat kan? Jadi anak-anak itu harus diatur pola makannya, jangan makanan siap saji terus,” jelas Zaini. (zas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *