IBNU Rajab Rahimahulloh menyebutkan ada dua jenis jihad bagi seorang muslim di Ramadhan. Pertama, jihad di siang hari dengan bershaum/puasa. Kedua, jihad di malam hari dengan qiyamullail (Sholat Malam). Bentuknya itu dengan kesungguhan maksimal untuk taat dan meninggalkan maksiat di siang dan malam Ramadhan.
Hubungan puasa dengan jihad kita temukan dalam fungsi shaum/puasa sebagai perisai atau tameng. Maksudnya perisai dan tameng dari api neraka. Sebagaimana perisai itu sebagai pelindung seseorang dari senjata musuh saat berperang.
Rasululloh bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
“Shaum/Puasa itu adalah perisai, maka janganlah (seseorang yang sedang berpuasa) mengucapkan ucapan yang kotor, dan janganlah bertindak bodoh, dan jika ada orang yang sewenang-wenang merebut haknya atau mencelanya, maka katakan, ‘Saya sedang puasa’ -dua kali-”. (HR. Al-Bukhari)
Bagaimana puasa bisa menjadi perisai dari api neraka?
Puasa menjadi perisai bagi para shaimin dari memperturutkan nafsu maksiat. Puasa melindunginya dari semua ini. Shaimin berlindung di baliknya. Sebagaimana diketahui, memperturutkan hawa nafsu menyebabkan dirinya jatuh ke dalam maksiat dan perbuatan dosa. Maksiat dan dosa ini yang akan menyeret ke neraka. Dari sini, puasa menjadi tameng dari neraka. Karena puasa melindungi dirinya dari memperturutkan syahwatnya.
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَومًا فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلَّا بَاعَدَ اللهُ بِذَلِكَ اليَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيفًا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Alloh kecuali Alloh jauhkan wajahnya dari api neraka sejauh (perjalanan) 70 tahun dengan sebab puasa satu hari itu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dzahir hadits menunjukkan maksudnya, yaitu berpuasa di medan jihad dan memerangi musuh. Di mana orang yang berpuasa menggabungkan dua ibadah besar; ibadah puasa dan ibadah jihad fi sabilillah. Dua amal itu menuntut sabar besar menghadapi berbagai kesulitan dan beban berat. Pendapat ini dipilih Ibnu al-Jauzi Rahimahulloh.
Imam Al-Qurthubi Rahimahulloh lebih menguatkan makna “Fi Sabilillah” dalam mencari keridhaan Alloh. Ia berpuasa dengan tujuan mencari wajah Alloh atau keridhaan-Nya.
Ibnul Hajar Rahimahulloh dalam Kitab Fathul Baari menyambut dua pendapat tadi. Beliau menyatakan bahwa hadits itu bermakna lebih lagi. Ia mencakup jihad dan selainnya. Maka hadits ini dibawa kepada orang yang berpuasa di medan jihad dan orang yang berpuasa di hari apa saja untuk mencari ridha Alloh dan bahalasan di negeri akhirat.
Intinya, bahwa shaum adalah amal ibadah yang besar pahalanya. Jihad demikian, pahala dan keutamaannya sangat besar. Jika bergabung dua ibadah ini maka ia menjadi amal paling utama dan paling besar pahalanya.
Di antara bentuk jihad adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang dzolim. Melawan semua bentuk Kedustaan/Kebohongan. Menolak Sikap Premanisme. Menolak segala bentuk Kecurangan. Membela hak dari para pencuri dan pembegal juga termasuk bagian dari jihad. Lebih-lebih jika nyata untuk meninggikan kalimat Alloh, menolong agamanya, menolong kaum muslimin, dan melawan kafir menguasai negeri-negeri kaum muslimin. Tidak disangsikan lagi ini bentuk jihad yang utama.Wallohu’ A’lam, Semoga Bermanfaat, Barokallohu fiikum. Hasbunalloh Wani’mal Wakil Ni’mal Maula Wani’man Natsir
Marhaban Ya Ramadhan, Selamat Menjalankan Ibadah Shaum Ramadhan 1445 Hijriah. Jum’at, 20 Syaban 1445 H/1 Maret 2024. (Al Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, M.Pd)