Keutamaan Menjalankan Shaum 6 Hari di Bulan Syawal

Umum1094 Dilihat

AYO kita laksanakan shaum Syawal, boleh secara berurutan atau ngacak yang penting selama bulan Syawal. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, setelah menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan, umat Islam dapat melanjutkan dengan Puasa Syawal.

Puasa Syawal adalah puasa sunnah yang dapat dilaksanakan selama enam hari di bulan Syawal setelah Hari Raya Idul Fitri. Orang yang berpuasa selama enam hari di bulan Syawal setara dengan berpuasa selama setahun penuh.

Perintah melakukan puasa Syawal disebutkan dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallohu’ Anhu, Nabi Muhammad Bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh”. (HR. Muslim, no. 1164).

Berikut ini niat untuk puasa sunnah di bulan Syawal :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

“Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, ” Aku berniat puasa sunah Syawwal esok hari karena Alloh.”

Untuk puasa sunah, niat boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.

Berikut ini lafalnya :

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

“Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “ Aku berniat puasa sunah Syawwal hari ini karena Alloh ”.

Tata Cara Melakukan Puasa Syawal

Tata cara puasa Syawal sama dengan tata cara puasa lainnya secara umum, di antaranya:

1. Melafalkan niat

Jangan lupa berpuasa Syawal didasari dengan niat telebih dahulu.

2. Makan sahur

Disunnahkan makan sahur sebelum terbit fajar.

Namun, tidak makan sahur pun (misalnya terlambat bangun) tidak apa-apa jika kuat, dalam artian puasa tetap sah.

3. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa

Saat berpuasa, hendaknya senantiasa untuk menahan diri dari makan, minum serta hal lain yang dapat membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari, atau waktu Maghrib.

4. Berbuka puasa

Disunnahkan menyegerakan berbuka puasa ketika matahari terbenam, yakni bersamaan dengan masuknya waktu Maghrib.

Silakan berbuka puasa melalui do’a berikut:

a.) Do’a pertama:

Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasululloh Muhammad Bersabda,

ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ

“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah-ed.”

“Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Alloh menghendaki”. (Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, nomor 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami’: 4/209, nomor 4678)

Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar radhiyallohu ‘anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, “Abdullah bin Umar berkata, ‘Jika Rasululloh Muhammad  berbuka puasa, beliau mengucapkan ….‘”

Yang dimaksud dengan إذا أفطر adalah setelah makan atau minum yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah “membatalkan” puasanya (berbuka puasa) pada waktunya (waktu berbuka).

Oleh karena itu do’a ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka. Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan “bismillah” sebagaimana sabda Nabi Muhammad Bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Alloh Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Alloh Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan,

“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Alloh pada awal dan akhirnya)”. (HR Abu Daud nomor 3767 dan At Tirmidzi nomor 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

b.) Do’a kedua:

Adapun doa yang lain yang merupakan atsar dari perkataan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallohu ‘anhuma adalah,

اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ

“Allohumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at kulla syain an taghfirolii-ed”

[Ya Alloh, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku]. (HR Ibnu Majah: 1/557, nomor 1753; dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar; lihat Syarah al-Adzkar: 4/342).

Seputar Puasa Syawal:

1. Ketentuan pelaksanaan enam hari, haruskah berturut-turut?

Bukan suatu syarat yang perlu bahwa mereka harus berpuasa secara berurutan. Jika Anda berpuasa secara terpisah atau berurutan, tidak apa-apa. Semakin cepat Anda melakukannya, semakin baik, karena Alloh berfirman:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

“Berlomba-lombalah berbuat kebajikan”. (QS. Al-Maidah: 48)

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran: 133)

Nabi Musa Alaihi wa Sallam berkata:

وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى

“Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)”. (QS. Thaha: 84)

Dan, Anda harus cepat berpuasa enam hari ini, karena menunda dapat menyebabkan masalah.

Ini adalah pandangan para Syafi’i dan beberapa Hambali, tetapi tidak apa-apa jika Anda tidak mempercepatnya dan Anda menunda sampai pertengahan atau akhir bulan.

Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi atau yang di Kenal Imam Nawawi Rahimahulloh. berkata:

” Menurut ulama Syafi’iyah, puasa enam hari di bulan Syawal disunnahkan berdasarkan hadits di atas .

Disunnahkan melakukannya secara berturut-turut di awal Syawal. Jika tidak berturut-turut atau tidak dilakukan di awal Syawal, maka itu boleh. Seperti itu sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadits.

Sunnah ini tidak diperselisihkan di antara ulama Syafi’iyah, begitu pula hal ini menjadi pendapat Imam Ahmad dan Daud “. (Al-Majmu’, 6: 276)

2. Bolehkah berpuasa Syawal saat belum membayar utang puasa Ramadhan?

Berikut jawaban dari Al Akh Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasi Syariah.

Pertama, terkait dengan puasa wajib Ramadhan, puasa Sunnah ada dua: Puasa Sunnah yang berkaitan dengan puasa Ramadhan. Contoh puasa sunnah semacam ini adalah puasa sunnah Syawal. Berdasarkan hadits,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun”. (HR. Ahmad 23533, Muslim 1164, Turmudzi 759, dan yang lainnya).

Puasa sunah yang tidak ada kaitannya dengan puasa Ramadhan. Seperti: puasa Arafah, puasa Asyura’, dan lain-lain.

Kedua, untuk puasa Sunnah yang dikaitkan dengan puasa Ramadan, puasa Sunnah ini hanya boleh dikerjakan jika puasa Ramadhan telah dilakukan dengan sempurna, karena hadist di atas menyatakan,

“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian …,”

Sementara orang yang memiliki utang puasa Ramadhan tidak dikatakan telah melaksanakan puasa Ramadhan.

Karena itu, orang yang memiliki utang puasa Ramadan dan ingin melaksanakan puasa Syawal harus meng-qadha utang puasa Ramadan-nya terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan puasa Syawal.

Fatwa Imam Syaikhuna Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin Rahimahulloh tentang wanita yang memiliki utang puasa ramadhan, sementara dia ingin puasa syawal,

إذا كان على المرأة قضاء من رمضان فإنها لا تصوم الستة أيام من شوال إلا بعد القضاء ، ذلك لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول : ( من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال ) ومن عليها قضاء من رمضان لم تكن صامت رمضان فلا يحصل لها ثواب الأيام الست إلا بعد أن تنتهي من القضاء

Jika seorang wanita memiliki utang puasa ramadhan, maka dia tidak boleh puasa syawal kecuali setelah selesai qadha.

Berdasarkan sabda Nabi Muhammad ﷺ.

“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal…”.

Sementara orang yang masih memiliki utang puasa ramadhan belum disebut telah berpuasa ramadhan. Sehingga dia tidak mendapatkan pahala puasa 6 hari di bulan syawal, kecuali setelah selesai qadha. (Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah, 19/20).

Ketiga, untuk puasa sunah yang tidak terkait dengan puasa Ramadan, boleh dikerjakan, selama waktu pelaksanaan qadha puasa Ramadan masih panjang.

Akan tetapi, jika masa pelaksanaan qadha hanya cukup untuk melaksanakan qadha puasanya dan tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakan puasa sunah lainnya maka pada kesempatan itu dia tidak boleh melaksanakan puasa sunah.

Contoh: Ada orang yang memiliki utang enam hari puasa Ramadan, sedangkan bulan Sya’ban hanya tersisa enam hari. Selama enam hari ini, dia hanya boleh melaksanakan qadha Ramadhan dan tidak boleh melaksanakan puasa sunah.

Keempat, makna tekstual (tertulis) hadis di atas menunjukkan bahwa niat puasa Syawal dan niat qadha puasa Ramadan itu tidak digabungkan.

Karena puasa Syawal baru boleh dilaksanakan setelah puasa Ramadhan telah dilakukan secara sempurna.

Bagaimana mungkin bisa digabungkan?

Orang yang berpuasa di bulan Syawal selama 6 hari senilai dengan puasa setahun penuh.

Kenapa puasa Syawal bisa dinilai berpuasa setahun? Mari kita lihat pada hadits Tsauban berikut ini,

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »

Dari Tsauban, bekas budak Rasululloh Muhammad , dari Rasululloh , beliau bersabda,

“ Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fithri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal ”. (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Disebutkan bahwa setiap kebaikan akan dibalas minimal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan sebulan penuh akan dibalas dengan 10 bulan kebaikan puasa.

Sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal akan dibalas minimal dengan 60 hari (2 bulan) kebaikan puasa. Jika dijumlah, seseorang sama saja melaksanakan puasa 10 bulan + 2 bulan sama dengan 12 bulan.

Itulah mengapa orang yang melakukan puasa Syawal bisa mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H . Kami sekeluarga Mohon Maaf Lahir dan Batin. Taqaballallohu’ Minna Waminkum Taqabbal Ya Kariim.

Semoga kita bisa segera melaksanakan shaum/puasa sunnah enam hari di bulan Syawal sehingga dimudahkan dapat berkumpul bersama keluarga di Jannah/Syurga. Aamiin Allohumma Amiin Ya Mujibas Sa’ilin. (Al Ustadz Dr. Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.Pd, Gr, Anggota ICMI Orda Kota Bekasi, Pengurus DDII/Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia Kota Bekasi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *