SEORANG pahlawan tidak mesti bernisan di taman makam pahlawan dan bergelar pahlawan nasional. Seorang yang biasa pun dapat menjadi pahlawan adalah yang telah mendedikasikan segala jiwa, raga, kehidupan yang dapat bermanfaat bagi setiap kemaslahatan masyarakat, mencerdaskan masyarakat dan bangsa tanpa pamrih karena jasanya. Bentuk perwujudannya ialah keabadian kebaikan-kebaikan dari perjuangannya dan dapat dilanjutkan secara berkesinambungan bagi umat, bangsa, negara dan agama.
Adalah Keluarga Besar H Aisan dan Emak Sanirah yang menggelar Silaturrahim Idul Fitri 1445 H antarkeluarga, Sabtu (13/04/2024) yang terdiri dari enam keluarga. Keenamnya adalah keluarga H Nawawi/Mimin Sudarmini, Aisyah/Emog, Ara Suhara/Muchtar, Ayati/Arsamin, Khadijah/Ujang Miharja, dan Khairiyah/Tb. Husni Labib, yang bertempat di Masjid SMK Al-Hafidz Sukagalih Karyasari, Leuwiliang-Bogor.
Dari enam keluarga yang hadir kurang lebih 150 orang memiliki tujuan yang sama yakni untuk saling mengenal, mempersatukan, dan mempererat persaudaraan.
Sebagai peneduh rohani, tausiyah disampaikan Budiman Firdaus. Inti-inti yang disampaikan bahwa pasca penunaian ibadah puasa Ramadhan kita menemukan lailatul qadar, kembali kepada kefitrahan diri dan jiwa dengan mendapatkan pengampunan Allah Swt, mendapatkan ketakwaan, melanjutkan bershadaqoh, kemudahan rezeki, dan memperpanjang umur dengan terus besilaturrahim.
Betapa pentingnya hal itu. Budiman menyitir sebuah hadits: Anna Rasulallahi shallallahu alaihi wasallama qala: man ahabba an yubsatha lahu fi rizqihi wa yunsa-alahu fi atsarihi fal yashil rahimahu. Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa ingin dilapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung tali silaturrahim (HR Bukhari/Nomor 5527).
Sebagai penghantar acara, atas nama keluarga H Nawawi/Mimin Sudarmini, Sudirman mengemukakan bahwa tujuan silaturrahim selain yang telah termaktub di atas. Dalam rangka melawan lupa, Ia merefleksi perjalanan Mbah H Aisan dan Emak Sanirah yang semasa hidupnya sebagai perintis, pejuang, penggerak dalam bidang pendidikan dan dakwah.
Hal ini dapat dirasakan dan dibuktikan dengan membangun Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Curug II merupakan sekolah swasta tertua di Karyasari. Banyak sudah lulusan yang telah dididik, dibimbing, dicerdaskan, dicerahkan. Puluhan dan ratusan ribu murid-murid MIM Curug II sampai sekarang telah tersebar dipelbagai pekerjaan dan peloksok negeri ini.
Lebih lanjut Sudirman menjelaskan, Mbah H Aisan dalam merintis bidang pendidikan membangun MIM Curug II dengan pondasi biaya sendiri dan gotong royong warga sebagai wali murid MIM Curug II. Bangunan awal sekolah yang sederhana berdinding setengah tembok, setengah bilik, dengan kursi-kursi dari kayu berderet seperti kereta api.
Pekerjaan sehari-hari Mbah H Aisan sebagai petani dan peladang. Sikap sabar, suka membantu, sifat pejuang dan gigih dalam bekerja itulah yang diwariskan Mbah H. Aisan dan Emak Sanirah kepada anak-anak dan pelanjutnya. MIM Curug II seiring bergulirnya waktu terus berbenah dan melakukan perubahan-perubahan sesuai perkembangan zaman.
MIM Curug II merupakan amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah. Dalam pengelolaannya dari awal generasi sebagai Kepala Sekolah yaitu H Nawawi, Muchtar, Mimin Sudarmini, Imas Laela, Sri Sunnah Fitriyani, dan saat ini Dicki Pandita. Selain MIM Curug II yang dibangun, Mbah H Aisan membuka jalur air (irigasi) dari Gunung Pariuk sampai ke Sipon sehingga sawah-sawah dan kebun-kebun untuk bercocok tanam yang terlewatinya dapat teraliri air, membuka mata air (Cai Kupa) untuk sumber air minum, mencuci dan mandi warga Sipon.
Pada bidang keagamaan Mbah H Aisan mendirikan dan membangun musholla di atas kolam ikan yang berdinding bilik dan berlantai bambu (baca: tepas). Berbondong-bondong anak-anak, remaja, pemuda, bapak/bapak, ibu/ibu untuk mengaji, belajar agama, menunaikan shalat lima waktu, dan tarawih ketika bulan Ramadhan tiba.
Selain itu juga bagi pedagang (tikar, gerabah, kerupuk dll) yang berasal dari luar daerah (Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Bandung) disiapkan penginapan di rumah Mbah H. Aisan. Sedangkan Emak Sanirah menyediakan minum, makan, dan warung untuk belanja warga dan murid-murid MIM Curug II.
Silaturrahim ini terselenggara berkat kerja anak-anak muda dari cucu-cucu dan cicit-cicit Mbah H Aisan dan Emak Sanirah, tidak hanya sampai di sini ke depan harus ada gagasan-gagasan supaya yang akan datang akan hadir semuanya agar dapat saling mengenal, mendekat, membantu, mempererat satu sama lain harapan Sudirman.
Dalam acara ini, selain silaturrahim dan merefleksi serta meronce kisah-kisah perjuangan Mbah H Aisan dan Emak Sanirah di masa lalu yang tercecer. Segenap keluarga besar berikhtiar dapat meneruskan kejujuran, kesabaran, perjuangan, keteladanan, kebijaksanaan, dan hasil kerja yang ditunjukkan Mbah H Aisan dan Emak Sanirah.
Juga mengakomodir usulan-usulan, gagasan-gagasan dan menghasilkan beberapa kesepakatan yang akan ditindaklanjut ke depannya yaitu, penyelenggaraan Tabungan Qurban, Tabungan Pendidikan Yatim/Piatu dan dhuafa, Infaq Silaturrahim, Penyusunan Buku Dedikasi/Perjuangan Mbah H. Aisan dan Emak Sanirah, dan Melanjutkan acara yang sama dengan kepanitiaan dari para cucu-cucu dan cicit-cicit.
Pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan Mbah H Aisan dan Emak Sanirah ialah memiliki visioner berfikir karena ilmu laduni baik umum dan agamanya, quantum thinking (kemampuan untuk melihat suatu masalah dari semua sisi/prinsip relativitas). Dari hal yang sederhana memiliki nilai makna bagi kisi-kisi kehidupan. Dari kampung yang terpencil untuk negeri membangun peradaban. Dan menanamkan kegigihan, kecerdasan, kemajuan bagi generasi pelanjut sebagai estafeta risalah kepemimpinan
Warisan yang paling berharga bukanlah harta yang melimpah dan dibagi-bagikan kepada generasi pelanjut. Warisan yang paling dan lebih berharga dari semua itu ialah kejujuran, kesabaran, perjuangan, keteladanan, kebijaksanaan, dan hasil kerja yang bermanfaat bagi masyarakat tanpa pamrih dari semua yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Keluarga Besar Mbah Mbah H Aisan dan Emak Sanirah mengucapkan: “Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1445 H, Semangat dedikasi dan kemenangan tiada batas. (Yoni Haris Setiawan, Trainer & Motivator Literasi Indonesia PPQM)