ALKISAH, si Anak Kampung bernama Haji Aisan (Alm) bin Aiman (Alm) yang lahir di Kampung Ranca Badak (yang sekarang Gunung Sari) Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, beberapa tahun silam.
Haji Aisan kecil–muda lahir dari keluarga seorang petani, peladang, peternak, dan taat beragama (Islam). Haji Aisan muda ditempa dengan kondisi dan situasi penjajahan Jepang dan Belanda. Namun demikian, Haji Aisan tidak terlena dengan yang serba terjajah. Haji Aisan kecil–muda tidak terbelenggu dengan keadaan, terus membekali dirinya dengan ilmu, pengetahuan, dan insight (wawasan) baik umum, agama, dan ilmu tasawuf yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Allah Swt.
Haji Aisan kecil–muda tumbuh dewasa sebagai sosok pemuda yang tegar, matang, pengalaman kehidupan didapatinya dari kedua orangtuanya. Haji Aisan mempersunting gadis desa se kampungnya bernama Sanirah. Singkat kisah, keduanya membangun rumah tangga dengan hijrah dari Kampung Ranca Badak ke Kampung Kaler (Sipon). Pondasi yang telah mengakar dengan jiwa sebagai seorang petani, peladang, peternak, dan taat beragama (Islam). Haji Aisan tidak berpangku tangan.
Ia pun seorang pebisnis/ wirausaha/ pedagang/saudagar ulung, tidak mengenal lelah dalam menjajakan dagangannya dari hasi bumi. Ia berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya dengan menggunakan gerobak yang ditarik kerbau/sapi/kuda tanpa melalaikan ibadah lima waktu dan sunnah.
Dalam upaya ikhtiar penyeimbangan kebutuhan dunia dengan akhirat, Haji Aisan membangun langgar, warga masyarakat sekitar Kampung Kaler yang memilki bahan seperti bambu, kayu, batu, tenaga, dan lainnya secara bahu-membahu (gotong-royong) mengerjakan pembangunan langgar. Sementara itu, Emak Sanirah dan Ibu/ibu lainnya menyiapkan minum dan makanan (sunda: cihaneut) serta makan (nasi dan lauk pauknya) untuk para warga masyarakat yang sedang mengerjakan langgar. Langgar Kampung Kaler dibangun dengan desain panggung, untuk pijakan tiang dari batu utuh, kayu dan bambu untuk tiang lansurannya, dinding dari bambu (bilik), lantai dari bambu (palupuh, tepas), beratap daun kiray (hateup).
Dilansir dari beberapa sumber, langgar, surau, mushala, masjid dan bandarsah merupakan tempat ibadah shalat (sujud, berdoa). Langgar pun merupakan suatu pendidikan Islam tertua yang ada di Indonesia dan sudah tumbuh kemudian berkembang sesuai masanya. Langgar juga merupakan sentrum aktivitas masyarakat muslim pedesaan Jawa. Secara kultur, langgar mempunyai fungsi sebagai basis komunitas religius jamaah.
Kehidupan ini tidak hanya cukup mencari keduniaan saja yang akan habis dalam hitungan waktu dan terus mencari dan mencari untuk pemenuhan kebutuhan demi kebutuhan yang tiada berakhir selama nafas berhembus. Selain hasil berdagangnya yang mencukupi, dengan pondasi agama (Islam) yang kuat, Haji Aisan memulai menata warga masyarakat untuk tidak kufur nikmat, utamakan bersyukur dengan mendekatkan diri kepada Allah Swt untuk bertafakur.
Penataan warga masyarakat sekitar dengan membangun peradaban Islam, hal ini dengan tujuan untuk memurnikan ajaran Islam yang telah dibawa atau dirisalahkan Rasulullah SAW, menguatkan ketauhidan yang hampir pudar di tengah-tengah masyarakat, memberantas kebodohan. Haji Aisan di atas tanah yang dimilikinya dengan membangun langgar, membangun peradaban.
Segala urusan dunia akan selesai dengan aktifitas perekonomian (baca: muamalah). Bidang perekoniman akan membantu dalam pemenuhan segala kebutuhan atau keperluan secara konsumtif baik penyediaan kebutuhan sekunder, primer, dan tersier (sandang, pangan, papan, kehartabendaan). Untuk dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut mesti dilakukan dengan ikhtiar, berusaha, bertebaran di muka bumi untuk menjemput rezeki-Nya.
Menurut Muhammad Utsman Syubar, Muamalah adalah hukum syari yang mengatur hukum manusia di bidang harta benda, seperti jual beli, sewa menyewa, wakaf, hibah, rahn, hiwalah dan sebagainya. Menurut Bahasa, Muamalah berasal dari kata aamala, yu-amilu, muamalatan yang berarti hubungan kepentingan antara seseorang dengan orang lain perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Adapun menurut istilah syariat Islam, Muamalah ialah suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Tujuan dari muamalah adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama manusia sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan tentram, karena didalam muamalah tersirat sifat tolong-menolong yang dalam ajaran Islam sangat dianjurkan.
Langgar yang dirintis Haji Aisan dan dibangun secara bahu-membahu (gotong-royong) mengerjakan warga Kampung Kaler selain untuk menunaikan ibadah shalat lima waktu dan sunnah, juga digunakan untuk pengajian, penanaman tauhid (pendidikan agama), berkumpul jamaah dalam membahas permasalahan kemasyarakatan, sosial. Selain bapak-bapak dan ibu-ibu yang belajar pendidikan agama, anak-anak juga mulai ditanamkan nilai-nilai agama. Haji Aisan dalam membangun peradaban, membangun tatanan warga masyarakat tidaklah sekejap, akan tetapi memerlukan puluhan tahun menuju harmonisasi warga masyarakat yang bertauhid.
Kesabaran, keikhlasan, kedermawanan, keteladanan dan kegigihan Haji Aisan dan Emak Sanirah tiada henti untuk terus membersamai warga masyarakat. Bagaimana dengan keberadaan langgar dan peradaban yang dirintis dibangun Haji Aisan saat ini? Dimanakah prasastinya atau jejaknya? (Yoni Haris Setiawan, Trainer & Motivator Literasi Indonesia PPQM).
Bersambung……