HARIB ini, setahun yang lalu, tepat 2 sampai 6 Juni, adalah hari berduka untukku. Ketika itu istri yang telah mendampingi aku lebih dari 45 tahun, terbaring sakit dalam kondisi koma ruang ICU Rumah Sakit.
Tak banyak yang bisa aku lakukan, selain membimbingnya menyebut kalimat tauhid. Kalimat ” Laailaha illallah Muhammadurrasulullah.” T1perus ku bisikkan ke telinganya. Tapi tak ada reaksi sama sekali. Ia seperti tidur lelap.
Pada tanggal 5 Juni 2023, setahun lalu, dokter jaga Di ruang ICU, meminta aku untuk bertemu. Permintaan itu aku sanggup.
Ketika kami bertemu, dokter minta persetujuan dari keluarga untuk mengijinkan dilakukan kejut jika terjadi gagal napas. Atau diralkinkan aja.
Permintaan dokter itu mengisyaratkan kondisi istriku dalam keadaan gawat. Aku minta agar ditalkinkan aja.
Esok paginya 6 Juni, aku di panggil oleh petugas jaga. Aku di suruh intuk mentalkinkan istriku. Ketika saya talkinkan, tak ada reaksi sama sekali. Tubuhnya semakin dingin. Tak lama kemudian ada bunyi tiiiiiiiit dari layar komputer yang terpasang di atas bagian kepala istriku.
Perawat buru-buru datang memeriksa. Ia kelihatan panik dan mengontak dokter jaga. Tak lama dokter jaga datang dan memeriksa istriku. Saya lihat dokter menutup mata istriku.
Dokter itu memandangku sambil berkata. “Sabar ya pak Allah sayang sama istrimu,” katanya sambil membuka selang ventilator untuk membantu pernapasan.
Seketika itu meledak tangisku. Aku ciumi istri yang telah lemas terkulai. Dengan isak tangis aku hubungi anak- anakku, untuk memberitahukan kalau mama mereka telah pergi menuju perjalanan abadi. Ia wafat. Itu peristiwa 1 tahun lalu. Semoga istriku lapang dalam kubur. (Imran Nasution)