DARI peristiwa kisruh di PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat saya menjadi makin tahu arti kehidupan, arti pertemanan, musuh, kebaikan, dan banyak lainnya.
Pada peristiwa itu saya resapi muncul berbagai karakter orang. Ada yang menonjolkan kehebatan dirinya, ada yang sok ngatur, ada yang melepaskan dendam karena merasa pernah disakiti, ada pula yang asal hantam, termasuk dengan memanfaatkan rilis dari pihak yang tak kompeten seperti Lalengke (PWRI) dari orang LSM sekaligus mengaku wartawan, yang isinya sangat tidak etis, jauh dari memenuhi KEJ.
Apakah itu karena rasa dengki, iri, karena pernah dikalahkan, atau karena urusan organisasi dan lainnya. Untuk menjawab itu saya sampai mencari-cari dalil atau tuntunan. Dimana posisi saya? (Baca: Benci melihat kenimatan orang lain)
Sebelumnya saya pesimis masalah ini bisa selesai secapat ini. Untung ada senior atau teman kita secara diam-diam peduli agar persoalan segera berakhir.
Setelah ada penyelesaian antara Pengurus Harian PWI dan Dewan Kehormatan PWI, saya dapat kabar untuk penyelesaian masalah di PWI Pusat itu ada gerakan rahasia dari beberapa orang:
Pertama ada pertemuan Ketum PWI Pusat dan Ketua DK di kawasan Kemang, difasilitasi Raja Parlindungan Pane dan Mohamaf Ihsan. Kedua di kawasan Setiabudi Building difasilitasi Agus Sudibyo dan Mohamad Ihsan. Ketiga di PIM 3 difasilitasi Wina Armada Sukardi.
Sungguh usaha yang terpuji dan berhasil. Semoga ke depan PWI berjaya, kompak, dan tak mempan dimasuki pihak-pihak yang ingin menghancurkan PWI. Aamiin. (Djunaedi Tjunti Agus, wartawan senior PWI)