Oleh Linda Kurniawati
(Dosen Administrasi Bisnis Universitas Padjadjaran)
NAMA Pangandaran mungkin tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat yang tinggal di Provinsi Jawa Barat seperti Bandung, Bekasi, Bogor, Tasikmalaya, serta beberapa wilayah Jawa Tengah yaitu, Cilacap, Banjarnegara, Purwokerto, dan Yogyakarta.
Kabupaten Pangandaran yang memulai proses pemekaran pada tahun 2012 pun masih berupaya sangat keras untuk bisa mengejar pengembangan potensi wilayah terutama sektor pariwisata. Potensi wisata yang ditawarkan oleh Kabupaten Pangandaran sangat beragam, diantaranya ada Pantai Pangandaran, Pantai Karapyak, Green Canyon, Pantai Madasari, Body Rafting Citumang, Pantai Pasir Putih, Pantai Batu Hiu, Aquarium Indonesia, dan Coral Coast Nini.
Atraksi wisata-wisata di Pangandaran tidak hanya diminati oleh wisatawan domestik dari Indonesia, akan tetapi menjadi tujuan wisata juga bagi para wisatawan asing terutama untuk atraksi sport di pantai dan body rafting. Dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, semakin tinggi pula keinginan pemangku kebijakan untuk menjadikan desa sebagai desa wisata.
Ketika suatu wilayah sudah mendapatkan label sebagai desa wisata dan utamanya rekognisi internasional, maka semakin terbuka lebar akses pengembangan wilayah tersebut. Sayangnya, di Kabupaten Pangandaran, pengembangan desa wisata masih terbatas hanya pada daerah tertentu saja.
Gambar: Spot Wisata di Batu Hiu (Gambar Pribadi)
Untuk mengembangkan desa wisata, perlu adanya sinergi antara Pemerintah Kabupaten, Dinas Pariwisata, Perangkat Desa, dan juga lapisan komunitas masyarakat atau yang kita kenal dengan strategi Penta-Helix. Kisah sukses pengembangan desa wisata yang sudah mendapatkan rekognisi internasional dapat dilihat pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa wisata, tidak akan tercapai hanya dengan keinginan dari komunitas masyarakat, karena dukungan pengembangan dan akses informasi masih belum merata.
Saat ini, beberapa desa yang ada di Kabupaten Pangandaran sudah mendapatkan label sebagai Desa Wisata diantaranya: (1) Desa Kertayasa dengan wisata unggulan Green Canyon; (2) Desa Wisata Selasari dengan atraksi unggulan Santirah River Tubing; (3) Desa Wisata Masawah dengan spot andalan Pantai Madasari; (4) Desa Wisata Parakanmanggu dengan atraksi susur sungai perahu kayak; dan (5) Desa Wisata Mega Terasering yang terkenal dengan Mega Terasering.
Akan tetapi, isu keberlanjutan dari pengembangan desa wisata ini masih sangat ramai diperbincangkan. Contohnya, Desa Wisata Selasari yang sudah sempat mendapatkan hibah pengembangan desa dari Bank Indonesia, namun saat ini desa tersebut belum bergerak ke arah pengembangan lebih lanjut. Beberapa homestay yang telah mendapatkan papan nama homestay pun kini masih sepi pengunjung. Pengunjung tetap memilih untuk menginap di area Pantai Pangandaran.
Seharusnya, PR terkait isu pengembangan berkelanjutan desa wisata tidak hanya dibebankan kepada perangkat desa setempat, namun bisa menjadi landasan bagi pemerintah kabupaten untuk merancang kebijakan yang mengacu pada pengembangan berkelanjutan. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi isu keberlanjutan desa wisata:
Identifikasi kondisi eksisting potensi wilayah dan perancangan program wisata untuk rombongan baik dari dalam negeri maupun luar negeri
Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, serta komunitas masyarakat untuk merancang solusi dari permasalahan keberlanjutan desa wisata.
Pemanfaatan akses teknologi informasi sebagai sarana promosi desa wisata
Kolaborasi dengan agen tour and travel untuk menyusun itinerary perjalanan yang memudahkan bagi calon pengunjung desa wisata
Sinergi antar desa wisata untuk menciptakan keunggulan bersaing masing-masing desa tanpa mematikan atraksi yang ada di desa sekitar.
Sekian pembahasan tentang isu pengembangan keberlanjutan desa wisata dan mari gerakkan program pariwisata di Indonesia. ***