DUA hari kegiatan Webinar terkait ‘Sinergitas Sektor Transportasi dan Sektor Energy untuk Mewujudkan Kualitas Udara Bersih di Jakarta dan Kota-kota Besar di Indonesia’ digelar Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Kantor Berita Radio (KBR) Jakarta pada Rabu hingga Kamis (15-16 November 2023).
Kegiatan ini cukup menarik perhatian para pegiat sektor transportasi dan sektor enerji. Apalagi pada hari kedua, jadwal yang semula dibatasi hingga pukul 12.00, malah ngaret menjadi 13.30. Bahkan jumlah peserta yang mengikutinya melebihi 125 orang.
Di hari kedua, panitia menghadirkan tokoh-tokoh penting seperti Tulus Abadi dari YLKI, Sigit Reliantoro selaku Dirjen PPKL KLHK, Ahmad Safrudin dari KPBB, Irwan Edi Saputra Lubis dari PLTU.
Tulus Abadi menekankan perlunya peningkatan sistem transportasi yang terintegrasi secara keseluruhan. “Selain itu penggunaan kendaraan pribadi yang harus dikurangi di kota-kota besar dengan cara sistem transportasinya dulu yang dibenahi. Dan terakhir perlunya penjualam BBM yang murah dan hemat energi,” tegas Tulus.
Ahmad Safrudin juga mengakui apa yang disampaikan Tulus. “Penyebabnya transportasi kok kenapa kualitas udara Jakarta dipertanyakan. Kemudian restrukturisasi harga BBM, bayangkan di kita Pertalite dijual Rp10 ribu per liter, padahal dengan kualitas yang lebih baik di Malaysia hanya Rp4.300 per liter. Ada manipulasi harga kan,” tanyanya.
Sedangkan Irwan menyebutkan bahwa kualitas udara Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia menjadi tanggung jawab dan kesadaran semua anak bangsa. Terakhir, Sigit pun menegaskan bahwa masyarakat Jakarta harus membeli BBM yang ramah lingkungan.
Dari keempat pembicara ditambah para pengamat sektor transportasi dan sektor enerji disimpulkan bahwa perlunya dibangun stasiun kenderaan roda dua dan empat di daerah penyangga dengan harga termurah, misal Rp2.000 untuk roda dua dan Rp5.000 untuk roda empat per hari dengan syarat aman dan nyaman.
Kemudian, sarana transportasi kereta yang menuju Jakarta dan kota-kota besar lainnya harus terhubung dengan moda transportasi menuju kawasan perkantoran. Tidak ada lagi LRT atau kereta lainnya yang ‘endut-endutan’ jalannya.
Selain itu, perlunya diterapkan biaya parkir yang mahal di Jakarta dan kota-kota besar lainnya tanpa harus melakukan uji emisi. Misal dengan biaya parkir Rp100 ribu dan kelipatan per jamnya. Sebab uji emisi dengan biaya tilang tak terlalu berpengaruh terhadap kualitas udara Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Kemudian perlunya pengawasan pembakaran sampah, penanaman pohon di lingkungan warga, dan penggunaan kendaraan roda dua dan empat yang ramah lingkungan. Terakhir, pembatasan kenderaan truk/kontainer yang sebagian besar sudah termakan usia. (Zulkarnain Alfisyahrin)