Ardino Gusman (kiri) bersama Erman Tale Daulay, host Bincang Tipis-Tipis
JAKARTA, KORANBEKASI.ID – Dalam program Bincang Tipis-tipis, kepada Erman Tale Daulay, Ardino Gusman yang sudah berpengalaman bekerja di sektor perbankan selama 30 tahun lebih, membeberkan sekelumit pengetahuan dan pengalamannya bekerja di bank di seputar perkreditan perbankan khususnya di area risk management.
Ardino Gusman menyampakan, berdasarkan pengalamannya waktu bekerja di bank, ia melihat banyak praktisi bank (banker) muda yang dalam pekerjaannya suka diberi target yang sangat ketat oleh managernya, namun tidak semua dari mereka dibekali dengan training yang cukup, untuk bisa mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan mencapai targetnya tersebut. Kalaupun mereka mau ambil training sendiri dari luar bank, biasanya biayanya mahal, dan kalau mau belajar sendiri dari buku, kadang materinya tidak mudah dicerna.
Masih menurut Ardino Gusman, ia membat Channel Edukasi niatnya buat bantu Bankers Muda dengan pembekalan ilmu kredit yang serba praktis, dan disampaikan dengan simple sederhana, supaya bisa membantu para bankir muda dalam mengerjakan pekerjaan mereka, dan juga bisa membantu mereka untuk mencapai karir lebih baik.
Secara khusus, perbincangan Erman Tale Daulay dan Ardino Gusman mengupas tentang pembiayaan pihak perbankan kepada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia.
UMKM adalah segmen ekonomi yang sangat penting dan terbukti bisa bertahan pada waktu terjadi krisis ekonomi di 1998. Ternyata, UMKM bisa bertahan pada waktu krisis ekonomi di tahun 1998 tersebut.
UMKM Indonesia ini bisa bertahan termasuk di masa pandemi Covid-19 yang lalu karena UMKM tidak perlu modal yang besar. Selain itu, karena sebagian besar pembeli dan pemasok usaha berada di dalam neger. UMKM tidak memerlukan pinjaman dalam mata uang asing (tidak ada risiko perbedaan currency) sehingga UMKM memiliki peran utama di bidang ekonomi, terutama di negara berkembang.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), UMKM di Indonesia memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (61,1%) dan terhadap penyerapan tenaga kerja (97,1%). Walaupun punya peran yang penting dan strategis, UMKM masih punya kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan perbankan maupun untuk mengembangkan usahanya.
Dari sisi pembiayaan, UMKM mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank atau lembaga keuangan lainya, baik karena kendala teknis seperti contoh tidak cukup agunan maupun kendala nonteknis misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan.
“Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. UMKM kurang bisa mendapatkan pendanaan pinjaman dari bank, dibanding perusahaan besar. Kebanyakan UMKM mendapat pendanaan dari komunitas teman dan keluarga untuk memulai bisnisnya,” kata Ardino lagi.
Ketika bank hendak membiayai usaha UMKM, Bank harus tahu lebih dahulu karakteristik dari masing-masing segmen usaha UMKM, karena profile mereka tidak sama. Selain itu, bank tidak bisa memakai satu standard kriteria ketika melakukan pembiayaan. Contoh yang berbeda dari masing-masing segmen adalah nilai penjualan dan nilai asetnya. Pasti berbeda. Jenis barang dagangan dan tempat usaha UMKM juga berbeda, administrasi keuangan nya pun berbeda, dan belum semua UMKM punya akses ke Perbankan.
“Jadi cara melakukan pembiayaan ke masing-masing segmen, kriterianya dan pola pembiayaannya juga harus berbeda. Dalam hal pemberian bantuan dana atau kredit dari perbankan, pihak bank akan melakukan ceklist terhadap pelaku usaha UMKM-nya. Apabila sudah pernah mendapatkan bantuan, maka akan dilihat sejarah UMKM tersebut. Apakah pelaku usaha tersebut koonsisten dalam membayar cicilan atau sering terlambat. Ini sangat erat kaitannya dengan perilaku pengusahanya. Karenanya, untuk besaran kredit atau bantuan modal juga akan disesuaikan dengan jenis usahanya ” paparnya. (Erman Daulay)