JAKARTA, KORANBEKASI.ID – Badan Pengawas Pemilihan Umum – Partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan
dan penindakan praktik politik uang mutlak diperlukan untuk melahirkan proses dan hasil pemilihan umum yang lebih bersih dan kredibel. Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 menegaskan aspek keterlibatan masyarakat ini penting untuk mendukung Badan Pengawas Pemilihan Umum, tidak saja dalam
upaya pencegahan dan penindakan praktik politik uang, namun juga memperkuat kesadaran masyarakat akan bahaya politik uang bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Kesimpulan ini terekam dari analisis tematik isu politik uang sebagai tindak lanjut dari rilis IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang sudah dipublikasikan Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 16 Desember 2022. Analisis tematik politik uang ini dihasilkan dari mengoptimalkan
data-data isian instrumen penelitian dari pengawas pemilu di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Analisis yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan indeks sesuai skor yang dihasilkan, juga dilakukan analisis kualitatif dari pendalaman data-data melalui diskusi kelompok terpumpun
dengan melibatkan pengawas pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Data-data kualitatif ini digunakan untuk memperkuat atau memboboti skor indeks yang dihasilkan dari isu strategis politik uang.
Secara umum, isu politik uang termasuk sumber kerawanan yang rentan terjadi di pelaksanaan pemilihan umum. Praktik politik uang menjadi isu di hampir semua tahapan pemilu. Tidak saja berkutat di masa kampanye, isu ini jauh-jauh hari juga berpotensi terjadi di masa sebelum kampanye. Sebab, di masa sebelum kampanye ini, area dari obyek pengawasan sangat luas karena regulasi hanya “membatasi” potensi politik uang terjadi dengan melibatkan pelaksana,
peserta dan tim kampanye.
Tidak seperti di hari pemungutan suara yang mencakup frase “setiap
orang” yang tentu lebih mudah untuk melakukan pengawasan dan penindakan.
Upaya pencegahan dan penindakan praktik politik uang juga dihadapkan pada terjadinya komodifikasi, terutama dengan penggunakaan uang digital yang sudah menjadi fenomena keseharian di masyarakat kita.
Selain itu, praktik politik uang kerapkali dibungkus dengan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk program pemerintah yang terkadang membuat bias batasan antara penyaluran bantuan dengan politik uang.
Praktik politik uang sendiri tidak hanya melibatkan peserta pemilu, terutama tim sukses maupun tim kampanyenya, namun juga rentan melibatkan penyelenggara pemilu dan aparatur sipil negara yang semestinya menjaga netralitasnya. Tidak heran jika kemudian hasil analisis isu strategis politik uang di IKP Pemilu 2024
menyimpulkan, isu politik uang menjadi lima isu besar yang menyumbang kerawanan di pemilu.
Data ini tidak hanya terjadi di tingkat provinsi, namun juga di tingkat kabupaten/kota. Data-data menunjukkan, sebanyak 50,2 persen kabupaten/kota mencatat pengakuan adanya laporan
politik uang. Hal yang sama juga terjadi di tingkat provinsi, sebanyak 64,7 persen provinsi terdapat laporan politik uang.
Rawan tinggi dan sedang
Hasil analisis tematis isu strategis politik uang dalam IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 ini merekam, dari 34 provinsi yang dijadikan unit analisis, setidaknya ada lima provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi terjadinya praktik politik uang. Kelima provinsi tersebut adalah Maluku Utara dengan skor tertinggi 100, kemudian disusul Lampung (55,56), Jawa Barat (50,00), Banten (44,44), dan Sulawesi Utara (38,89). Sementara itu 29 provinsi lainnya masuk kategori rawan sedang terjadi politik uang.
Data menunjukkan, tidak ada provinsi yang masuk kategori rawan rendah untuk potensi terjadinya politik uang. Hal ini menegaskan politik uang menjadi pemandangan umum yang terjadi di semua
wilayah di Indonesia dengan derajat dan gradasi kasus yang berbeda. Kondisi ini semakin mengkonfirmasi bahwa praktik politik uang ini tidak saja dihadapkan
pada sisi regulasi yang cenderung terbatas dalam penindakannya, namun juga dihadapkan pada kultur masyarakat yang menjadikan praktik politik uang sebagai hal yang biasa terjadi. Dari pendalaman data secara kualitatif yang dilakukan, banyak hal yang memperkuat fenomena ini.
Hal yang sama juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Tidak ada kabupaten/kota yang masuk kategori rendah di indeks kerawanan terjadinya politik uang. Dari 514 kabupaten/kota yang dianalisis datanya, sebanyak 24 kabupaten/kota (4,7 persen) masuk kategori rawan tinggi terjadinya praktik politik uang.
Dari 24 kabupaten/kota tersebut, lima diantaranya tersebar di Kabupaten Jayawijaya, Papua (100), Kabupaten Banggai (69,49) dan Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (72,86), Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat (67,80), dan Kabupaten Lampung Tengah,
Lampung (47,46). Sementara itu sebanyak 490 kabupaten/kota sisanya masuk kategori
kerawanan rendah terjadinya praktik politik uang.
Sementara itu 29 provinsi lainnya masuk kategori rawan sedang terjadi politik uang. Data menunjukkan, tidak ada provinsi yang masuk kategori rawan rendah untuk potensi terjadinya politik uang. Hal ini menegaskan politik uang menjadi pemandangan umum yang terjadi di semua
wilayah di Indonesia dengan derajat dan gradasi kasus yang berbeda.
Kondisi ini semakin mengkonfirmasi bahwa praktik politik uang ini tidak saja dihadapkan pada sisi regulasi yang cenderung terbatas dalam penindakannya, namun juga dihadapkan pada kultur masyarakat yang menjadikan praktik politik uang sebagai hal yang biasa terjadi. Dari
pendalaman data secara kualitatif yang dilakukan, banyak hal yang memperkuat fenomena ini.
Partisipasi publik
Dengan mayoritas wilayah rawan terjadi praktik politik uang, baik dengan kategori tinggi maupun sedang, tidak mudah bagi upaya untuk melakukan pencegahan dan penindakannya. Selain rekam jejak politik uang yang begitu melekat, sikap permisif masyarakat terhadap praktik politik uang
juga menambah deretan tantangan dalam pencegahan dan penindakan.
Untuk itu, berpijak dari hasil Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di isu politik uang ini, ada sejumlah kesimpulan sekaligus rekomendasi yang penting dilakukan
untuk memperkuat upaya pencegahan dan penindakan praktik politik uang.
1. Partisipasi publik menjadi modal bagi upaya pencegahan dan penindakan politik uang. Dengan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya dan kerugian politik uang terhadap demokrasi di Indonesia, diharapkan kesadaran masyarakat semakin menguat dan lebih optimal terlibat bersama Badan Pengawas Pemilu melakukan pencegahan politik uang.
2. Semakin beragamnya modus praktik politik uang, terutama dengan fenomena maraknya penggunaan uang digital, menuntut langkah-langkah pencegahan yang lebih masif dan adaptif dengan perubahan yang ada.
3. Dibutuhkan pendampingan yang optimal di tengah masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran tentang bahaya politik uang. Penguatan kader-kader pengawasan partisipatif menjadi salah satu kunci penguatan partisipasi masyarakat.
4. Belum optimalnya regulasi dalam menjerat pelaku politik uang, semestinya tidak menjadi penghambat. Inovasi dan kreasi dalam agenda pencegahan politik uang menjadi kunci untuk menguatkan agenda pencegahan dan penindakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam perlawanan pada praktik politik uang.
5. Keterlibatan masyarakat juga perlu didukung komitmen pemangku kepentingan, baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu beserta tim suksesnya, serta pemerintah untuk bersama-sama menjadikan pelaksanaan pemilihan umum 2024 dilakukan secara jujur dan adil.
(Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Jl MH. Thamrin 14 Jakarta Pusat)