MUI Kota Bekasi Kunjungi Bantargebang dan Mustika Jaya, Al Zaytun Jadi Pembahasan…

Umum2922 Dilihat

KUNJUNGAN Kerja dan Silaturahmi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi ke MUI Bantargebang dan MUI Mustika Jaya, Sabtu (2/9/2023) yang dipimpin Wakil Ketua Umum Sukandar Ghazali bersama Sekretaris Umum Buya Hasnul Kholid Pasaribu, dan ketua Ustad Abu Deedat.

KH Acep Basyuni selaku Ketua MUI Bantargebang yang jadi tuan rumah acara tersebut mengatakan bahwa kegiatan MUI di bawahnya cukup padat seperti subuh keliling, pelatihan qori dan qoriah, dakwah keliling, dan lainnya.

Sedangkan Wakil Ketua MUI Mustika Jaya Ustad Ades Noveri menyatakan, sejak dilantik ketuanya sedang sakit hingga kini. Itu yang membuat roda organisasi agak susah bergerak.

Dalam sambutannya, Buya Hasnul Kholid mengatakan bahwa kondisi sakit bukan halangan roda organisasi tidak jalan. “Harus jalan karena MUI Kota Bekasi ketuanya juga sedang sakit. Jadi tidak ada alasan lain kalau ketuanya sakit kan masih ada wakilnya dan seterusnya,” ujarnya.

Di tahun 2024, kata Hasnul, MUI Kota Bekasi akan mengundang masing-masing mengirimkan 10 orang setiap kecamatan. Dengan jumlah total 150 orang akan disatukan membahas apa itu MUI.

Sementara KH Sukandar Ghazali dalam kesempatan itu juga mengatakan bahwa konsolidasi organisasi turun dari pusat, provinsi, kota/kabupaten hingga kecamatan.

“MUI tidak hanya membahas masalah agama, tapi juga persoalan-persoalan politik. Ulama selain punya pemahaman masalah keagamaan juga harus mampu mengayomi masyarakat. Ulama harus bersedia menerima masukan-masukan dari pusat dan daerah mengenai apapun,” tegasnya.

Dalam kesempatan terakhir Ustad Abu Deedat menyampaikan persoalan Al Zaitun. Dalam hal ini umat Islam diminta untuk tidak murtad, menjaga umat agar tidak terpecah belah dengan aliran-aliran menyimpang, dan tidak melakukan propaganda.

“MUI pusat sudah mengeluarkan 10 kriteria ajaran menyimpang, salah satunya mengkafirkan seorang muslim yang tidak masuk kelompoknya. Misal Al Zaitun yang mempraktekkan shalat Idul Fithri dengan caranya sendiri. Apalagi yang jadi imamnya seorang wanita sementara makmumnya adalah laki-laki,” ujarnya. (zas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *