Mengantar ke Jeruji Penjara Setelah Pilkada Kota Bekasi Selesai?

Umum778 Dilihat

SATU ketika saya bertanya kepada salah satu tim sukses di Pilkada Kota Bekasi 2024, kenapa tak mendukung salah satu kandidat dan mengapa kandidat yang lain yang didukung, apa jawabnya? “Saya tak mau mengantar orang ke penjara,” katanya.

Lha, kok penjara? “Kalau yang saya dukung itu menang, sementara Kejaksaan sudah siap-siap menyergapnya, bagaimana?” tanyanya kembali.

Tentu kita semua masih mengingat kasus Soleman, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi dari PDI Perjuangan. Beberapa jam setelah dilantik jadi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Soleman langsung jadi tersangka atas kasus gratifikasi dua unit mobil atas keterlibatannya memberikan belasan proyek kepada kontraktor. Itu terjadi beberapa hari lalu.

Nah, ini juga yang mungkin mengingatkan saya kepada penjara seperti yang dikatakan tim sukses tadi. Sebab, dua kasus temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI tahun anggaran 2023 di era kepemimpinan Tri Adhianto di dua OPD yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Pemuda Olahraga (Dispora) disinyalir ditunda karena adanya moratorium dari Kejaksaan Agung. Artinya ditunda sementara waktu (sampai pilkada selesai) setelah itu proses penyidikan berlanjut.

Kita tahu bahwa temuan BPK tahun anggaran 2023 di Dinas Pendidikan senilai Rp7 miliar gagal dikembalikan ke kas negara. Begitupun di Dispora senilai Rp4,7 miliar gagal dikembalikan setelah melalui kesempatan proses pemberian waktu pengembalian 60 hari gagal dikembalikan.

Pihak Kejari Kota Bekasi dari informasi yang beredar, sudah melakukan pemeriksaan para pihak, baik kepala dinas maupun PPK (pejabat pembuat komitmen) bahkan kepala daerah saat itu.

Moratorium atau penundaan penanganan kasus hukum berkaitan calon kepala daerah di Pilkada dikeluarkan Kejagung dengan alasan agar penyidikan berjalan objektif. Instruksi Jaksa Agung soal penundaan proses hukum calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada 2024, bukan untuk melindungi tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Penundaan proses hukum itu bertujuan untuk menjaga objektivitas proses demokrasi yang berjalan.

Untuk kasus di Dinas Pendidikan, ada mantan kepala dinasnya yang jadi calon Walikota Bekasi, UU Saeful Mikdar. Dan bukan tidak mungkin kasusnya berlanjut setelah Pilkada Kota Bekasi pada 27 November mendatang. Dalam daftar kekayaan yang dikeluarkan KPUD Kota Bekasi lalu, UU Saeful Mikdar adalah calon walikota terkaya.

Sementara di Dispora, kepala dinasnya, Zarkasih sudah pindah ke dinas tenaga kerja. Tapi ini pun kemungkinan kasusnya berlanjut setelah pilkada. Karena ada pihak-pihak lain yang tersangkut dalam kasus di Dispora.

Nah, siapa yang bakal menyusul Soleman ke balik jeruji besi? Wallahualam. Kalau kejaksaan berani, pasti ada, kecuali kalau kasusnya di-petieskan. (Zulkarnain Alfisyahrin, wartawan tinggal di Kota Bekasi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *