Tahun Pertama di Jakarta, Aku Terpaksa Jadi Penjual Koran

Umum2361 Dilihat

SEKEJAM-kejam ibu tiri, lebih kejam ibu kota. Ibu tiri masih memberi makan meski dibarengi omelan. Di ibu kota, meski anda kelaparan, tak makan beberapa hari, tak akan ada yang memberi makan. Kita harus kerja keras untuk mengais rejeki.

Foto ini di ambil di taman blok M, tahun 1982. Saat itu aku baru turun dari bus PPD 45, trayek Cililitan Blok M.

Untuk menghilangkan rasa penat, aku istirahat bersandar di pagar taman blok M, sekaligus menjajakan koran yang belum terjual.

Aku terpaksa menjadi penjual koran, karena sulitnya cari kerja bagi orang seperti aku yang tak memiliki keterampilan. Jual koran aku lakonin hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sering sekali aku menghayal, seandainya begini dan begitu mungkin nasibku tak sesusah ini.

Dulu dalam khayal ku, Jakarta itu kota yang banyak menjanjikan untuk hidup lebih baik. Bekerja di kantoran gedung tinggi, gaji besar, punya mobil…..dan seterusnya.

Tapi, ternyata Jakarta tak seindah yang aku khayalkan saat aku di kampung. Jakarta kota yang keras dan kejam.

Nung sahat tu Jakarta marragamma siulaon. Itu bait lagu batak yang sering aku ingat saat kepayahan untuk bertahan hidup di Jakarta. (Imran Nasution)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *