STKIP Kusuma Negara Adakan “ICE” ; Prof Dr Johansyah Lubis MPd : Pendidikan Karakter, Adab dan Ahlak Prioritas di Dunia Pendidikan

Pendidikan823 Dilihat

JAKARTA, KORANBEKASI.ID – Prof Dr Johansyah Lubis MPd, Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengatakan pesatnya RI 4.0 dan sudah bergeraknya society 5.0 menyebutkan: “Berdasarkan riset McKinsey, sekitar 23 juta pekerjaan yang ada saat ini, akan berisiko di otomasi pada 2030. Walau demikian akan terdapat sekitar 27-46juta pekerjaan baru, 10 juta diantaranya belum pernah ada”.

Hal itu disampaikan Johansyah Lubis saat menjadi pembicara pada Seminar Internasional pendidikan ke dua yang diadakan STKIP Kusuma Negara /2 International Conference on Education (ICE) di Jakarta, Sabtu (21/10).

Menurutnya, untuk mendapatkan pekerjaan itu mahasiswa harus mampu menguasai kompetensi baru, diantaranya memiliki karakteristik adaptif, pembelajaran yang tangkas, mandiri, memiliki jiwa wirausaha, memiliki kompetensi memecahkan masalah yang kompleks, memiliki kompetensi literasi digital yang tinggi, mampu memecahkan masalah dengan pendekatan multi-disiplin, serta memiliki karakter dan kesadaran sebagai warga negara global. Berharap mahasiswa dapat survival saat
lulus nanti jika beberapa pekerjaan hilang dan menemukan pekerjaan baru.

Menghadapi situasi yang tidak menentu di tahun 2030-an, salah satu yang perlu dibekali adalah “Pendidikan Karakter anak, adab dan ahlak” harus menjadi prioritas bagi dunia pendidikan. Adab adalah merujuk pada perilaku moral yang berkembang melalui proses pendidikan, sedangkan ahlak lebih mengacu pada perilaku moral yang timbul dari proses ibadah).

Dalam membahas pendidikan karakter mengapa menjadi hal penting pembahasan
‘Nilai-nilai Olympism’ bagi masyarakat khususnya dunia olahraga. Walau dalam sebuah artikel berjudul “Constructivist pedagogies for olympism education”, menjadi suatu tantangan bagi
“nilai-nilai olympism’ sebagai konsep filosofis dalam dunia kontemporer saat ini? olympisme adalah peninggalan zaman modern dan memiliki sedikit legitimasi pendidikan dan sosial, tetap menjadi salah satu ‘etis olahraga’ yang paling koheren dan sistematis’.

Beberapa fenomena dalam dunia olahraga:
Pada 1984 tepatnya sembilan bulan sebelum Olimpiade Los Angles Komite
Olahraga Amerika Serikat mengadakan tes dan hasilnya 86 atlet Amerika dari berbagai cabang gagal melewati tes obat-obatan. berikutnya kasus kematian pelari Belanda di Universitas Amerika membawa pada penemuan secara tidak sengaja tentang penggunaan secara luas resep obat yang didapatkan secara ilegal oleh atlet mahasiswa, yang disuplai oleh pelatih kampus.

Fenomena lain yang cukup menggemparkan dunia olahraga Internasional adalah pada awal tahun 2011 ketika masvarakat mengetahui bahwa pemenang medali cabang balap sepeda pada Olimpiade yang berasal dari USA Lance Armstrong mengakui telah mendoping darah sebelum kompetisi. Walau pada awalnya tidak mengakui penggunaan doping sepanjang karirnya, pada tanggal 16 Februari 2011 Lance Armstrong mengumumkan pengunduran dirinya dari kompetisi balap sepeda setelah menghadapi penyelidikan federal Amerika serikat atas dugaan penggunaan doping dan USADA.

Ia mengatakan pendidikan karakter berwawasan dunia penting untuk siswa.
Pengembangan karakter membantu siswa untuk menjadi manusia yang lebih baik, karena menekankan sifat-sifat moral seperti: kebaikan. rasa hormat dan keadilan
(marten; 2012), pendidikan jasmani telah diakui sebagai ‘konteks aktifitas fisik yang mungkin paling signifikan untuk mengembangkan karakter moral” (Ntoumanis & Standage,
2009), dengan demikian sebagai pendidik jasmani, memiliki peluang besar untuk mendukung perkembangan seluruh siswa – secara fisik, intelektual, sosial, afektif dan bahkan mungkin spiritual.

Disinilah istilah ‘sportifitas’ dan “fair play’ mulai digunakan. karena banyak guru olahraga dan pelatih olahraga di seluruh dunia mencoba mendorong siswa untuk mencontohkan perilaku yang diharapkan dari peserta.

Sementara itu, sebagai Keynote speaker Ketua STKIP Kusuma Negara Dr H Herinto Sidik Irinsyah MSi mengatakan era disrupsi merupakan masa terjadinya inovasi dan perubahan secara massif, dari segi system dan tatanan pendidikan agar Pendidikan di Indonesia terus maju. Perubahan yang sangat besar ini disebut dengan era disrupsi pendidikan.

Fenomena disrupsi merupakan situasi pergerakan suatu hal yang tak lagi linier. Era disrupsi memiliki beberapa ciri: perubahan yang massif, cepat, dengan pola yang sulit tertebak. Perubahan yang cepat menyebabkan ketidakpastian, terjadinya kompleksitas hubungan antar faktor penyebab perubahan, kekurangjelasan arah perubahan yang menyebabkan ambiguitas. Pada era ini, teknologi informasi telah menjadi basis atau dasar dalam kehidupan manusia termasuk dalam bidang Pendidikan, sehingga terjadilah kemudian disrupsi pendidikan.

Beberapa tips untuk menghadapi era disrupsi pendidikan:
1. Peka terhadap informasi baru: Untuk menghadapi era disrupsi Pendidikan, sekolah harus peka terhadap informasi terbaru dan perkembangan dunia Pendidikan. Guru-guru dapat dilibatkan untuk bergabung dengan komunitas atau pelatihan guru agar mengetahui perkembangan dunia Pendidikan dan inovasi terbaru yang sekiranya cocok diterapkan disekolah.

2.Berani ciptakan inovasi baru: Para guru harus siap memberikan berbagai inovasi terbaru dan berani untuk menerapkannya disekolah atau bahkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian oleh para pendidik yang ada di Indonesia. Dengan menciptakan inovasi Pendidikan yang efektif dan memiliki dampak baik, maka bisa jadi sekolah akan dapat menjadi model bagi sekolah lainnya.

3.Lakukan kolaborasi: Tentunya dalam pembuatan inovasi Pendidikan tidak bisa dilakukan seorang diri. Sekolah dapat melibatkan peran guru, murid dan bahkan orang tua murid untuk melakukan kolaborasi Bersama untuk menciptakan inovasi Pendidikan yang baik dan efektif. Contohnya adalah dengan proses belajar matematika yang digabungkan dengan seni budaya agar pembelajaran matematika yang tadinya terlihat menakutkan menjadi lebih asyik dan menarik, serta seru untuk dipelajari. Atau dengan cara mengajak para murid untuk terlibat dalam sebuah penelitian ilmiah agar menikmati proses penelitian dengan melibatkan orang tua.

4.Ubah pola pikir: Pola pikir dalam menghadapi era disrupsi Pendidikan ini kerap kali mengambil kapasitas seseorang dalam mengambil kesimpulan dan memecahkan permasalahan. Sehingga Ketika ada perubahan system Pendidikan, guru-guru tidak mau mengikuti dan masih menggunakan cara lama untuk mengajar. Oleh karena itu, mengubah pola piker mengikuti perkembangan jaman sangatlah penting.

5. Manfaatkan teknologi pendidikan: Pemanfaatan teknologi di sektor pendidikan adalah poin utama yang bisa diterapkan oleh seluruh sekolah. Denggan memanfaatkan tekhnologi yang tepat, proses belajar mengajar tidaklah menjadi tantangan berat.

Sebagai nara sumber dalam seminar tersebut yakni Prof Yinghuei Chen;
(Asia University, Taiwan), Dr Rosmawijah Jawawi; (Universiti Brunei Darussalam),
Prof Dr Johansyah Lubis MPd; (Dekan FIK, Universitas Negeri Jakarta), Dr Niken Vioreza, M.Pd; (Dosen PGSD STKIP Kusuma Negara).( nor)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *