Angka tersebut jauh dari kemampuan daerah, di mana anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bekasi berkisaran Rp6 triliun sampai Rp7 triliun per tahun.
“Kebutuhan pembangunan kita memang lebih banyak dari ketersediaan anggaran, itu bisa dilihat dari pokok pikiran yang masuk baik itu dari pemerintah maupun masuk dari reses DPRD yang diinput melalui SIPD (sistem informasi pemerintah daerah),” kata Ani, Jumat (16/2/2024).
Meski begitu usulan tersebut mencerminkan kebutuhan masyarakat sehingga perlu adanya langkah strategis dalam perencanaan keuangan daerah. Tentu dalam perencanaan, melakukan prioritas kemudian mengaktivasi sumber-sumber pendapatan baik dari provinsi dan pusat, juga mengaktivasi sumber pendapatan daerah yang potensinya belum tergarap maksimal.
“Perencanaan keuangan daerah harus berbasis kinerja agar setiap kegiatan melalui belanja daerah terserap secara optimal. Dorongannya ada di prioritas kegiatan harus berbasis kinerja, kan kaitannya dengan anggaran yang kemudian dibarengi dengan perencanaan yang matang,” jelasnya.
Dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ), masih ditemukan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran (Silpa). Silpa bisa dinilai positif jika dalam konteks efisiensi, tetapi hal ini berbeda jika dalam kegiatan belajar daerah.
“Ada anggaran yang besar tapi tidak terserap sementara kita butuh anggaran untuk yang lain. Misal, anggaran kegiatan pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). Banyak kegiatan yang belum dapat terlaksana lantaran keterbatasan anggaran, padahal ada pos anggaran yang tidak terserap. Sekarang kan porsi anggaran sudah banyak untuk infrastruktur juga untuk belanja pegawai, memang dua itu tinggi tapi itu tadi kalau perencanaan enggak bener kan sayang,” paparnya. (Wit)