Seminar Senat Mahasiswa Univeritas Pancasila : Etika Harus Jadi Instrumen Politik dan Regulasi dalam Bernegara

Umum281 Dilihat

JAKARTA, KORANBEKASI.ID – Senat Mahasiswa Universitas Pancasila Jakarta menyelenggarakan seminar publik dalam event “Yuk Kita Seminar”, Jumat, 29 November 2024 pukul 13.00 WIB di Aula Nusantara Gedung Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta.

Seminar dengan tema “Mewujudkan Indonesia Maju Serta Negara Demokrasi Melalui Etika Politik dan Politik Hukum” menghadirkan Prof Magniz Suseno, dosen Emeritus STF Driyarkara & Pakar filsafat etika, Arie Tuanggoro mewakili praktisi dan pengamat hukum dari LBH Pendidikan & Anggota Majelis Hukum & HAM PDM Muhammadiyah Kabupaten Bekasi, serta Herman Wakum, dosen Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.

Arie Tuanggoro menguraikan relasi erat antara etika moralitas dengan kehidupan berbangsa bernegara termasuk instrumen politik dalam terciptanya suatu regulasi hukum. “Pancasila sebagai etika moral dasar bangsa Indonesia wajib menginspirasi seluruh sendi kehidupan berbangsa bernegara khususnya menuju visi masa depan civil society Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.

Indonesia Emas 2045, lanjut Arie, memiliki tantangan seperti tantangan politik identitas, disinformasi, supremasi hukum serta isu lingkungan hidup dan keadilan sosial. Politik hukum wajib menjembatani perbedaan antara positivisme Ius constitutum dengan realita sosial yang dinamis di masyarakat sebagai ius constituendum.

“Salah satu metodenya melalui bantuan hukum struktural (BHS}, tidak melihat aturan hukum sebagai kitab suci sakral tapi melihat sebagai produk politik yang wajib dikritisi, direvisi dan didekonstruksi sesuai dinamika masyarakat,” pungkas Arie.

Sementara itu Prof Magnis Suseno mengungkapkan pentingnya etika dasar berlandaskan nilai-nilai perdamaian, solidaritas, nilai-nilai keadilan dan keamanan, nilai etik saling bertanggungjawab senasib sepenanggungan, dan nilai etik perlindungan terhadap lingkungan hidup.

“Prestasi besar bangsa Indonesia sejak era 1965 dan paska reformasi bahwa Indonesia mampu menjadi negara kesatuan hukum demokratis yang mampu menolak ideologi-ideologi transnasional mengatasnamakan agama atau etnik,” ungkapnya.

Magnis berharap agar sampai kapan pun Indonesia jangan sampai terpecah-belah seperti Uni Sovyet atau Yugoslavia. Menyikapi konsep Indonesia emas 2045, Prof Magnis menjelaskan ada 5 tantangan besar etika bangsa Indonesia yaitu menjamin persatuan Indonesia, keluar dari kebusukan korupsi KKN oligarki, tantangan lingkungan hidup, tantangan terhadap artificial intelligence, perlindungan negara dan keadilan sosial bagi kaum minoritas.

Dalam pandangan ilmuan politik, Herman Wakum mengungkapkan pentingnya peningkatan kualitas demokrasi sebagai tolok ukur kedaulatan rakyat lewat pemilu, kebebasan berpendapat, akses hukum yang setara dan perlindungan HAM.

Herman mengatakan dari berbagai informasi data di tahun 2023, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) turun ke peringkat 56 dari 46, lalu Indeks Persepsi Korupsi merosot juga dari peringkat 34 ke peringkat 115 , dalam ilmu politik disebut demokrasi cacat atau tidak berkualitas.

“Titik ambang demokrasi cacat dengan negara demokrasi maksimal di skor 34 sedangkan Indonesia ada di skor 32 dan ini jelas sangat berbahaya,” ujarnya.

Indonesia merupakan pengguna medsos tertinggi sedunia tapi ironisnya untuk literasi politik masih minim. Oleh karena itu, Herman menegaskan kita wajib memperbanyak konten politik santun nyata bukan hujatan apalagi hoaks termasuk termasuk mengangkat isu lingkungan hidup di Papua, Kalimantan dan Sulawesi.

Dalam konsep Indonesia Emas 2045, Herman berharap agar masyarakat berkontribusi untuk mendukung demokrasi inklusif tidak boleh bermain di area abu-abu seperti politik uang, korupsi, nepotisme sebab etika politik individu bisa mempengaruhi etika kolektif masyarakat. (Banu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *