M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior
KALAU saja ada lembaga survey melakukan penelitian hari ini, Rabu (17/5/2023), hasilnya saya yakin lebih dari 70 persen rakyat Indonesia, bahagia. Bukan, bukan karena kesejahteraan meningkat, bukan juga karena kebutuhan pokok tercukupi, bukan pula karena hutang-hutang untuk menyambung hidup sudah lunas.
Kok? Kebahagiaan itu kita peroleh dari Kamboja. Dari ajang final cabor sepakbola, SEAG ke-32. Kebahagiaan itu diberikan oleh skuad Garuda Muda. Kebahagiaan itu sungguh begitu luar biasa. Ya, kebahagiaan itu kita capai setelah Ramadhan Sananta, Irfan Jauhari, Fajar Faturahman, Beckham Putra, Ernando Ari; Bagas Kaffa, Rizky Ridho, Komang Teguh, Alfeandra Dewangga, Haykal Hafiz, Marselino Ferdinan, Muhammad Taufany, Witan Sulaeman, dan lainnya berhasil meraih medali emas dari cabor sepakbola di SEA Games-32, Kamboja.
Kebahagiaan itu bertambah besar karena yang dihajar anak-anak adalah Thailand, negara yang paling adidaya di cabor sepakbola se-ASEAN. Bayangkan, sejak 1977 hingga 2023, pasukan negeri Gajah Putih itu sudah 14 kali juara, 3 kali _runner up_, 2 kali peringkat 2, dan 1 kali di posisi ke-4. Sementara kita 3 kali juara (1987, 1991, dan 2023), 5 kali runner up, 4 kali posisi 3, dan 6 kali posisi 4.
Kebahagiaan itu melompat hingga ke ubun-ubun. Maklum, meski mayoritas rakyat memberi dukungan, tapi masih ada saja kelompok Nyinyirawan yang justru ingin kita gagal lagi. Bahkan, komentar mereka sungguh tidak pantas mengingat mereka adalah warga negara Indonesia juga. Tapi, jika rasa iri dan dengki ada di dalam diri, maka apa pun tak akan mengubah pandangan mereka.
Meski begitu, biar saja deh. Katanya, di negeri yang berpaham demokrasi, perbedaan pendapat itu, sepanjang dilontarkan masih dalam batas tidak memfitnah, diperbolehkan. Dan, buat 170 juta penggila sepakbola tanah air, sekitar 69 persen dari populasi penduduk menurut DataIndonesia.id (9/12/2022), tak perduli juga dengan para Nyinyirawan itu.
Uniknya, kebahagian yang luar biasa besarnya, tidak memperdulikan tingkatan atau level, atau event, apa pun itu, begitu juara, bahagia menggelegak. Meski SEAG adalah event terbawah di dunia (di bawah Asian Games dan Olimpiade), namun keberhasilan Rizky Ridho dan kawan-kawan merebut emas, sudah cukup membuat rasa bahagia memenuhi seluruh sendi kehidupan.
Kebangkitan
Meski begitu, saya mengingatkan saja, catatan: maklum PSSI sejak 1980, selalu sulit untuk diingatkan dalam hal apa pun. Begitu mengalami benturan yang tak bisa dikendalikan, panik. Kasus suap di Galatama dan Perserikatan misalnya. Saya, setelah mampu ke jantung suap. Memahami dan menuliskan hasil investigasi ke PSSI, diacuhkan. Ketika akhirnya tidak ada lagi orang yang ingin menonton pertandingan, karena hampir setiap laga hasilnya sudah diketahui, baru panik. Tapi, semua sudah terlambat, agar euforia dan kebahagiaan tidak berlebihan serta tidak terlalu lama. Mengapa? Jika semua berlebihan, kita akan terlena, padahal di depan mata sudah ada Piala Asia, di Qatar.
Jangan terlalu keras menepuk dada karena mampu membuka pandora yang tertutup selama 32 tahun. Keberhasilan bukan berdiri sendiri. Perang pemgurus lama, Iwan Bule dan kawan-kawan, suka atau tidak, tetap ada. Tapi, sentuhan pengurus baru bukti kesuksesannya. Untuk fisik dan teknik, ini pun saling terkait dan berkait. Ada peran klub asal, Garuda Select, Bima Sakti, Indra Sjafrie, ShinnTae Yong, dan kembali ke Indra Sjafrie. Pendeknya proses yang berjalan tidak boleh diabaikan.
Selain itu, beberapa pemain U22 sudah dipastikan ikut dalam tim senior. Indonesia sendiri berada di grup neraka: Jepang, Irak, dan Vietnam.
Sebaliknya, jadikanlah keberhasilan ini menjadi momentum untuk kebangkitan sepakbola kita. Jangan biarkan kesempatan ini terbuang begitu saja.
Bravo sepakbola nasional, yuuk nikmati kebahagiaan hingga ke ubun-ubun..
Semoga bermanfaat.***