Shalih Mangara Sitompul ; Soal Air PDAM, Sikap Walikota Buang Badan…

Bekasi Kota223 Dilihat

JELEKNYA mutu air bersih PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Bekasi, bisa akibat dari beberapa hal. Diantaranya, tapi tidak terbatas pada
mutu air baku yang buruk, tercemar berat.
“Awam pun tahu, kalau Kali Bekasi itu badan air yang berfungsi sebagai saluran penerima buangan domestik/ rumah tangga dan juga saluran drainase induk menerima air hujan yang jatuh di daerah tangkapannya, meliputi wilayah Bekasi kota dan wilayah upstreamnya yaitu Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor,” ujar Shalih Mangara Sitompul, Kamis (24/8/2023).

Jadi, lanjutnya,  aluran Kali Bekasi merupakan kali lintas kabupaten yang secara undang-undang merupakan tupoksi
dari gubernur. Meski demikian seorang walikota dan bupati tidak boleh lepas tangan, terutama pada segmen kali yang berada di wilayahnya. Jadi arus ada kolaborasi dan perhatian yang serius
antara gubernur Jabar, walikota Bekasi, bupati Bekasi, dan bupati Bogor.

“Setahu saya selama ini tidak pernah ada usaha yang real dari pemda yang bersangkutan. Lain halnya dengan Kalimalang. Karena Kalimalang adalah
saluran punggung, Kalimalang dibangun sebagai saluran irigasi untuk persawahan di wilayah Karawang dan Bekasi, belakangan karena ada alih fungsi lahan, digunakan
sebagai sumber air baku untuk Jakarta,” jelas Shalih.

Kemudian, Shalih menegaskan, secara teknis, air sejelek apapun bisa diolah menjadi air bersih. Misalnya, Singapura yang menggunakan air baku dari semua buangan yang ditampung di estuary dam (bendung di tengah laut) yaitu di Bedok Reservoir. Selanjutnya diolah jadi air bersih
dan didistribusikan kembali ke kota Singapura, itupun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan kota Singapura selama empat bulan. Kekurangannya di supply dari Malaysia.

“Setahu saya, (saya tidak up date memori mengenai PDAM Bekasi) teknologi pengolahan Bekasi masih konvensional,
padahal menghadapi tantangan masa kini dan ke depan sebaiknya sudah mulai menggunakan teknologi maju. Contoh yang paling dekat, Pemda DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan sudah menerapkan teknologi maju untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di PIK
dan masyarakat DKI di Kepulauan Seribu, yang nota bene untuk masyarakat DKI di pulau diberikan secara gratis,” tuturnya.

Kemudian, manajemen pengelolaan yang amburadul bisa juga menjadi buruknya pelayanan. Air bersih PDAM Bekasi sering keruh, berbau lumpur. Hal ini boleh jadi karena pengolahannya yang tidak cermat, reservoir dan jaringan perpipaanya tidak di flush secara berkala sehingga lumpur terakumulasi di jaringan distribusi lantas terbawa ke kran pelanggan.

“Kehilangan air tidak tercatat (unaccounted for water) ini tediri atas dua hal yaitu kebocoran teknis berupa kebocoran di jaringan perpipaan, yang biasanya terjadi adanya pipa pecah bisa jadi karena external impact, kena pacul ataupun pipa yang sudah tua. Pada kondisi negative pressure, maka air tanah akan masuk ke jaringan mencemari bagian dalam pipa yang seharusnya steril. Kebocoran sering terlihat (mayoritas terjadi) disambungan pelanggan atau meter air yang sudah tidak akurat. Dan kebocoran non teknis, akibat kesalahan administratif pada pencatatan meter air atau di accounting. Atau bahkan bisa jadi
disengaja untuk menutupi kebutuhan non pelayanan air bersih. Kebocoran ini yang menimbulkan cost ineficiency yang berakibat pada high cost economy, mengakibatkan kerugian finansial PDAM
sehingga membutuhkan subsidi dari APBD.
Kio unaccounted for water nya sudah diatas 40%, lebih baik ditutup saja, karena yang menjadi korban masyarakat, harus
membayar tarif air lebih tinggi untuk menitupi disefficiency pengelolaan pdam. Akal sehat saya tidak bisa menerima jika ada satu usaha monopoli tapi rugi, aneh bin ajaib,” pqpar Shalih.

Berdasarkan undang-undang pelayanan air bersih, hanya boleh dilakukan PDAM,
tidak ada celah untuk rugi jika dikelola secara proper. “Kesimpulan saya, sikap walikota ini buang badan, Tapi ada benarnya juga kalau sumber air baku PDAM Bekasi diambil dari Kalimalang, karena area sawah yang diairi sudah jauh berkurang
dan bisa dikonversi menjadi sumber air baku untuk air bersih, tapi harus dihitung water balancenya, karena selain Jakarta dan Bekasi, Kota krawang, Cibitung, Tambun dan lainnya yang dilalui saluran
Jalimalang juga membutuhkan. Selain itu perlu diperlukan juga suatu studi yang
komprehensif apakah betul-betul sumber air baku dari Kali Bekasi sudah benar-benar harus ditinggalkan. Kalau saya cenderung Kali Bekasi di-upgrade dan dipertahankan, sedangkan sumber Kslimalang dibangun untuk meningkatkan produksi dan memperluas cakupan pelayanan,” tegasnya.

Sebelumnya, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menegaskan, Kali Bekasi sudah tidak bisa lagi dijadikan air baku bagi PDAM. “Ya karena tingkat pencemarannya sudah sebegitu parahnya, sehingga tidak bisa lagi dijadikan air baku untuk PDAM,” ujarnya, Selasa (22/8/2023).

Ia pun menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan lingkungan yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi, kondisi pencemarannya sudah parah. Untuk itu, saat ini air Kali Bekasi sudah tidak lagi dijadikan air baku dan Pemkot Bekasi mencarikan solusinya dengan menambah kapasitas air yang berasal dari PJT Jatiluhur.

“Solusinya adalah menambah kapasitas air dari PJT Jatiluhur dan sudah berjalan, sehingga warga bisa mendapatkan air minumnya,” pungkasnya. (zas)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *