FORUM Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi telah memediasi persoalan yang melibatkan seorang ibu yang dinilai tidak toleran dengan sesama umat beragama. Ibu dimaksud adalah Mis, pegawai ASN di Disparbud Pemerintah Kota Bekasi.
Dalam pertemuan dengan Kesbangpol Pemkot Bekasi dan sejumlah tokoh agama, Selasa (24/9/2024) Ketua FKUB Kota Bekasi Abdul Manan menegaskan bahwa pihaknya sudah memediasi hak itu pada Senin (23/9/2]34). Di antaranya meminta jemaat gereja dapat mencari lahan lain (ruko) untuk dijadikan tempat ibadah sementara.
Kemudian, hendaknya para jemaat dapat mendekati masyarakat dan berdiskusi agar keberadaan jemaat dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat dan rumah tersebut dapat dialifungsikan menjadi rumah ibadah asal berbentuk rekomendasi dari FKUB berupa perijinan sementara sesuai ketentuan PBM No. 09 dan 08 tahun 2006 dan Perwal.
“Agar pihak jemaat gereja dapat cooling down dan membuat masyarakat sekitar tenang terhadap tempat rumah tersebut. Semua menyambut baik bahwa Kota Bekasi menjadi Kota Toleran Nomor 1 di Indonesia sehingga peserta rapat menginginkan harmonisasi bagi masyarakat Kota Bekasi,” tegasnya.
“Gedung GKOI menjadi salah satu solusi utk penempatan jemaah Jl Siput Raya. Tidak terdapat intoleransi di tempat kejadian tersebut. FKUB menyesalkan terjadinya penyebaran video tentang ASN yang intoleransi dan akan membuat video pembanding untuk mengklarifikasi video yang sudah beredar. Pemerintah (Kesbangpol, Camat, Lurah) dengan FKUB tetap melaksanakan mediasi untuk mencari solusi yang terbaik, agar tercipta harmonisasi khususnya di lokasi kejadian tersebut,” papar Manan.
Sementara Sekretaris FKUB Kota Bekasi Hasnul Pasaribu menegaskan, agar semua pihak bisa menahan diri dulu. Jangan asal menuduh ada intoleransi atau tidak ada. Sebuah bangunan digunakan harus ada ijinnya.
“Kita jangan asal menuduh ada intoleran di Jl Siput Raya Kayuringin. Kami sudah berulangkali datang ke lokasi, tidak ada tuh yang namanya intoleran. Mereka harusnya pindah ke lokasi lain untuk ibadah. Dan sudah kami anjurkan, tetapi tetap tidak mau. Saya juga Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, puluhan ormas Islam sudah siap bergerak, tapi kami tahan dulu,” ujarnya.
Karenanya, Hasnul meminta untuk pindah karena tidak punya izin. “Kalau tidak, ini akan menjadi bibit perpecahan. Jelaskan bahwa di lokasi itu bukan tempat peribadatan. Siapa yang bilang boleh, ayo kita belajar hukum lagi. Jadi kalau mau ketemu Pj Walikota, kita harus punya solusi dulu, jangan memaksakan kehendak,” tandasnya.
Nesan Sujana selaku Kesbangpol Kota Bekasi mengapresiasi terhadap pertemuan ini yang sebelumnya telah dibahas terkait pemberitaan yang beredar. Permasalahan tidak akan terjadi apabila tercipta lomunikasi yang ideal.
“Awal mula hanya digunakan untuk penghiburan namun kegiatan tetap terus berlangsung. Selain mediasi dengan menerapkan aturan yang berlaku, kita harus mendamaikan secara personal terhadap pihak terkait. Dengan demikian, maka kita dapat mensosialisasikan melalui medsos bahwa hanya ada miss komunikasi.
Akan dilaksanakan pertemuan terbatas kepada pihak terkait untuk merukunkan, mendamaikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan,” ujar Nessan.
Akhir dari kesepakatan pertemuan sampai Maghrib hari ini adalah tidak terjadi intoleransi di Tempat tersebut, yang ada adalah misscommunikasi. Kemudian dialihkan tempat ibadah sementara jemaat GMIM ke gedung gereja GKOI dan diadakan perdamaian dan saling memaafkan antara pemilik rumah, pihak gereja dengan masyarakat (terutama ibu Misriwati). Permasalahan tentang oknum ASN, akan ditempuh secara aturan yang berlaku. (zas)