SEBAGAI bentuk rasa gembira menyambut datangnya bulan puasa, masyarakat Padang Bolak menggelar tradisi leluhur, Marpangir (mandi pangir). Pangir merupakan ramuan rempah-rempah: pandan misang, jeruk purut (utte mukkur), habelu dan lainnya yang dijemur seminggu menjelang puasa. Kemudian direbus sehari sebelum puasa.
Dari dapur rumah penduduk pun memunculkan aroma wewangian. Hasil rebusan rempah-rempah itu dijadikan prosesi mandi keramas. Mitosnya, kalau airnya diminum yang begitu pahit membuat daya tahan puasa semakin kuat. Padahal sudah bertahun-tahun mencoba diminum tetap saja lapar.
Untuk prosesi mandi keramas ini, bagi yang berduit bisa patungan menyewa angkot untuk bepergian ke tempat pemandian air panas Sipirok, ke Danau Tao Pasar Natanggor, dan Candi Portibi. Bagi yang bokek, “rasain” terpaksa keramas di sungai Aek Panattahanan.
Keramas di sungai ini sering mendapatkan ‘malapetaka”: lagi asyik berendam, tiba-tiba buaya kuning lewat dengan egois. Kaum perempuan yang kebagian tempat pemandian atau tapian di hulu, membombardir kaum pria di hilir dengan tinja yang kami sebut “buaya kuning’.
Habis marpangir, sahur pertama masih dihidangkan shop daging. Hari berikutnya kembali normal ke ikan asin. Saat berbuka ada langganan cendol yang dijual di pasar “danga-danga”.
Kenangan tipis-tipis. (Erman Tale, Wartawan tinggal di Depok)