Oleh Imam Trikrasohadi
(Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Startegik dan MES Kota Bekasi)
RATUSAN advokat di Kota Bekasi menghimpun diri dalam Jaringan Advokat Patriot Bekasi dan menyatakan dukungan terhadap Paslon No 1 Heri Koswara – Sholihin dengan sebab dan/ atau tujuan utama; memangkas sejarah panjang praktik korupsi di Kota Bekasi.
Tak tanggung – tanggung, sebelum menetapkan pilhan, para advokat ini melakukan serangkain kajian rekam jejak dan analisa data terhadap seluruh paslon untuk mencari tahu siapakah dari ketiga paslon Pilkada Kota Bekasi 2024 yang rekam jejaknya benar-benar terbebas dari virus korupsi.
Ini tentu sebuah upaya yang patut didukung, karena kegelisahan para praktisi hukum ini dilatarbelakangi fakta nan panjang bahwa Kota Bekasi sarat dengan praktik korupsi. Dua eks wali kota dan puluhan birokrat serta rekanannya terjerembab dalam perkara destruktif ini.
Kini, aneka penyelidikan dan penyidikan juga sedang berlangsung yang menyasar beberapa birokrat dan mantan pejabat.
Sejarah panjang praktik korupsi dan atau KKN di Kota Bekasi, selain disebabkan sifat serakah, juga oleh karena tingginya biaya politik ketika paslon mencalonkan diri menjadi wali kota dan wakil walikota.
Biaya itu berupa mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying).
Kajian Litbang Kemendagri pada 2015 menyebut, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp20–100 miliar. Padahal, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp5 miliar selama satu periode. Biaya politik yang mahal membuat para calon kepala daerah menerima bantuan dari donatur atau sponsor.
Artinya, biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah pada Pilkada jauh lebih besar dari harta kekayaan yang dimilikinya. Dengan menerima bantuan bohir, para calon kepala daerah merasa utang budi dan harus membayar “kebaikan” tersebut. Akhirnya hal ini menimbulkan konflik kepentingan yang mendorong mereka untuk korupsi.
Tidak ada makan siang gratis. Harapan para bohir jika calon mereka menang antara lain kemudahan untuk perizinan, tender proyek, keamanan bisnis, akses menentukan kebijakan daerah, hingga akses agar kolega bisa menjabat di pemerintahan. Konflik kepentingan tersebut pada akhirnya akan melahirkan korupsi dana pemerintahan Kota Bekasi.
Dari berbagai kasus KKN yang pernah terjadi di Kota Bekasi, setidaknya ada lima modus yang menonjol yakni, praktik intervensi kepala daerah dan/ atau birokrat dibawahnya dalam penggunaan APBD; campur tangan dalam pengelolaan penerimaan daerah; ikut menentukan dalam pelaksanaan perizinan dengan pemerasan, benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang jasa dan manajemen ASN seperti rotasi, mutasi, dan pengangkatan pegawai; dan penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan dan penempatan jabatan pada orang dekat, pemerasan dalam proses rotasi, mutasi, dan promosi.
Tentu saja, jejak buruk ini harus disudahi, dan berawal dari memilih pasangan wali kota dan wakil walikota yang tak setitik pun ada nila korupsi pada Pilkada 2024. Maka, apa yang menjadi ikhtiar ratusan advokat mendukung paslon Heri Koswara – Sholihin sejatinya juga merupakan harapan setiap warga di Kota Bekasi.
Paslon no 1 ini telah secara tegas menetapkan pemberantasan korupsi dan praktik suap menyuap dalam rotasi, mutasi dan pengangkatan pegawai dilingkungan Pemkot Bekasi.***