Tadi, saya shalat Jumat di Masjid Al Akhyar, Jalan Jati Bunder Raya, Kelurahan Kebun Kacang, Tanahabang, Jakarta Pusat. Yang sempat mengundang perhatian saya adalah soal namanya, kelurahan “kebun kacang”. Sedang di kelurahan itu sama sekali tak terlihat lagi kebun kacang.
Lalu, sejak kapan kelurahan itu dinamai “kebun kacang” karena yang terlihat sekarang justru “kebun beton”. Tak terlihat sama sekali satu pun batang kacang di kelurahan itu.
Lalu. Kenapa disebut kebun kacang. Ketika saya tanyakan kepada ketua DKM Al Akhyar, Haji Saiful, kenapa disebut kelurahan kebun kacang.
Pak Saiful terlihat kaget mendengar pertanyaan ini. Ia sempat terdiam. Aku lihat raut mukanya sedang berpikir untuk memberi jawaban yang bisa diterima akal sehat.
Ya dulu, masih awal kemerdekaan Indonesia, daerah Tanahabang ini tak ada bangunan rumah seperti sekarang. Yang ada tanah kosong yang ditanami kacang. Makanya orang bilang kebun kacang.
Mungkin ketika DKI Jakarta mau membentuk kelurahan di daerah Tanahabang ini. Saat mencari nama untuk kelurahan yang terkait dengar akar budaya, sosial, pilihan jatuh ke nama “kebun kacang” karena di sini dulu merupakan kebun kacang. Itu kata Haji Saipul.
Aku mangguk aja. Karena tak mungkin aku bantah meski tak ada satu pohon kacang pun di kelurahan kebun kacang yang aku lihat. Itu mungkin juga sama dengan kebun pala, kebun nanas, dan kebun bawang. (Imran Nasution)