Innalillahi, Thailand Halalkan Nikah Beda Agama, MUI Pusat Haram = Zina, No debat!

Umum1051 Dilihat

KETUA Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr H Deding Ishak SH MH I menegaskan bahwa pernikahan sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan tertolak di Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai dasar negara.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI untuk menanggapi berita Thailand yang akan menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Karena Parlemen Thailand sepakat meloloskan beleid pernikahan sesama jenis.

“Ini pesan keras terutama kepada negara dan bangsa yang memiliki dasar negara Pancasila, UUD 1945 dan Perundang-undangan yang berlaku khususnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka perkawinan sesama jenis secara filosofis, sosiologis dan yuridis tertolak di Indonesia”, katanya dalam pernyataannya, Kamis (20/6/2024).

Prof Deding menegaskan, pernikahan sesama jenis adalah sesuatu yang wajib ditolak dan dilawan di Indonesia. Karena pernikahan sesama jenis melanggar ajaran atau tidak sesuai dengan agama dan Undang-undang yang berlaku.

Prof Deding menyampaikan, pernikahan sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan harus dicegah secara struktural oleh negara dalam hal ini pemerintah. Pernikahan sesama jenis juga harus dicegah oleh masyarakat Indonesia yang beragama bersama-sama.

“Pernikahan sesama jenis harus dicegah secara struktural oleh negara dan dicegah secara kultural oleh masyarakat Indonesia yang agamis,” ujarnya.

Sebelumnya, MUI dalam Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan menegaskan bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan. Homoseksual, lesbian dan gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).

Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah). Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati. Melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.

Ini bukan masalah hak asasi manusia, terserah dia mau nikah beda agama, beda negara, atau beda alam sekalipun. Secara individu, memang dia punya kebebasan untuk memilih taat atau bermaksiat, yang penting siap bertanggung jawab di akhirat. Namun, ketika berita pernikahan beda agama ini digulirkan ke tengah publik yang bersangkutan juga harus siap menerima kritik dan pendapat masyarakat.

Sebagai sesama Muslim, bahkan waktu itu di Indonesia tentu sangat menyayangkan keputusan Adinda Ayu Kartika Dewi dengan Gerald Sebastian ini. Di negeri yang penduduknya mayoritas muslim, masih banyak stok laki-laki Beriman dan se-Aqidah, kenapa pilih yang beda akidah yang secara syariat agama jelas tidak diakui (tidak sah). Entah menurut hukum negeri ini, apa sekarang sudah dilegalkan nikah beda agama ya?

Jadi, kewajiban kita hanya meluruskan. Bahwa Islam melarang perempuan muslim menikah dengan pria beragama lain. Agar kedepannya tidak ada generasi muslim yang melakukan hal yang sama. Agar tidak ada upaya menormalisasi kesalahan ini dengan mengatasnamakan toleransi (baca Tolol-Ransi) kebablasan. Toleransi itu ada batasan, jika tidak dibatasi maka bukan lagi toleransi melainkan liberalisasi, ngawurisasi.

Terakhir, menikah itu harusnya menjadi ibadah terlama. Tetapi, jika menikah beda agama jadinya melakukan dosa terlama. Dan perlu digarisbawahi, opini ini bukan bermaksud menghakimi individunya atau stafsus-nya siapa. Hanya ingin berpendapat menurut pandangan agama saya. Bahkan Nikah Beda Agama itu sama dengan ZINA seumur hidup. (Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *