UNJUK rasa pergerakan para guru dan kepala sekolah di depan Gedung DPRD Kota Bekasi, Rabu (17/7/2024). Aksi ujuk rasa tersebut dimulai sekitar pukul 09.00-11.20 yang dilakukan secara terib. Para guru dan kepala sekolah SD dan SMP swasta se Kota Bekasi yang mewakili Rayon 1, 2, 3, dan 4 di Kota Bekasi.
Sebelum menyampaikan aspirasi tersebut, para guru yang menyanyikan beberapa lagu di antaranya lagu Kebebasan (Power Metal) untuk membangun semangat mereka. Lalu dilanjut dengan menyanyikan lagu Guruku Tersayang, Padamu Negri, dan Buruh Tani.
Saat menyanyikan lagu Guruku Tersayang, salah satu pendemo mengatakan bahwa lagu ini dinyanyikan agar anggota dewan merasa menjadi anak murid yang dididik seorang guru. Ia juga menyampaikan aspirasinya tentang sekolah swasta yang terbilang mahal, padahal mahal tersebut adalah untuk membiayai gaji guru swasta, sedangkan guru sekolah negeri digaji pemerintah.
“Kalau di swasta katanya mahal, makanya anggota dewan bela-belain (anak-anak ayam) dititipin di dia, karena alasannya swasta mahal. Bohong, swasta itu mahal karena ngegaji guru, kalau negeri pemerintah yang bayar, makanya swasta mahal,” ujar salah satu orator saat menyampaikan aspirasinya.
Muryandi Wijawa Wakil Kepala Sekolah SMP PGRI 1 mengatakan tujuan mereka melakukan aksi demo ini adalah untuk meluruskan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).. Ia mengakui bahwa selama ini PPDB berjalan tidak baik-baik saja, yang seharusnya kuota negeri 32, namun sekarang rata-rata telah mencapai 40-45 bahkan sampai 50.
Ia juga mengakui bahwa untuk sekolah-sekolah swasta tidak memasalahkan, namun yang menjadi masalah adalah para oknum anggota dewan yang menekan sekolah-sekolah untuk menerima titipan mereka.
Muryandi mengatakan bahwa aksi ini telah dilakukan dari tahun ke tahun, namun tidak mendapatkan perubahan. Mereka berharap agar anggota dewan bisa memahami mereka, bahwa untuk siswa baru bukan wewenang mereka. Banyak siswa yang masuk melalui jalur zonasi, padahal di wilayahnya sendiri tidak diterima. Siswa-siswa yang masuk melalui jalur zonasi ini kalah dengan siswa-siswa yang menggunakan uang.
“Sebetulnya aksi kita dari tahun ke tahun tetapi tidak ada perubahan, mudah mudahan di tahun ini anggota dewan itu bisa ngerti, bahwa untuk siswa baru itu bukan wewenang mereka untuk memasukkan ke sekolah – sekolah, bahkan banyak anak-anak yang sekitar wilayahnya sendiri melalui jalur zonasi itu tidak diterima. Kita sudah lihat di televisikan, mereka bisa mengukur dari jarak rumah ke sekolah, tidak diterima karena kalah dengan yang menggunakan uang,” ujar Muryandi. (Novia, Fatimah, Eggi, siswa magang SMK BHM dan SMK 4 Kota Bekasi)