Kupas Tuntas Judi Online Dalam Islam

Opini402 Dilihat

Oleh Kartini Rosmalah

MARAKNYA judi online mulai meresahkan masyarakat. Betapa tidak, masyarakat hidup sengsara akibat permainan ini. Seperti kisah seorang istri di Palembang yang dianiaya saat menegur suaminya kecanduan judi slot (detik.com, 23/5/2024). Selain itu, di Mojokerto ada seorang istri (Polwan) yang membakar hidup-hidup suaminya (Briptu) karena telah menggunakan uang untuk nafkah keluarganya hanya untuk bermain judi online (tirto.id, 10/6/2024). Juga di Kalimantan Tengah, suami yang kecanduan judi online, tega menjual istrinya ke hidung belang sebanyak sepuluh kali, dengan menyiksa istrinya jika tidak menurutinya (tvonenews.com, 24/6/2024). Ditambah lagi, ternyata judi online salah satu penyumbang angka perceraian 30,3 persen di Bojonegoro (blokbojonegoro.com, 2/6/2024)

Ada beberapa faktor penyebab judi online bisa terjadi, mulai dari motif ekonomi, gaya hidup hedonistik sampai circle pertemanan. Tekanan hidup yang tinggi membuat orang berpikir instan untuk cepat mendapatkan uang dengan cara berjudi. Gaya hidup flexing atau memamerkan kekayaan juga ikut andil menjadi faktor penyebabnya. Begitu pula pengaruh teman (circle pertemanan) membuat orang terus ketagihan.

Jika kita teliti secara seksama, faktor-faktor tersebut dipicu karena kerusakan sistem. Sebab, permasalahannya tidak hanya dalam satu bidang kehidupan, tetapi merata dalam seluruh tatanan kehidupan. Keluarga yang menjadi kelompok kecil masyarakat kini terombang-ambing dengan rusaknya sistem saat ini, yaitu Kapitalisme yang berasaskan Sekuler (pemisahan aturan Allah dalam kehidupan). Kapitalisme menancapkan akal manusia sebagai satu-satunya pembuat hukum, sehingga tidak ada andil aturan Allah dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia.

Ini bisa dilihat paham yang lahir dari kapitalisme ini adalah liberalisme dan materialistik. Paham ini membuat manusia bebas berkehandak dalam menentukan jalan hidupnya dan kebahagiaan materi semata. Padahal manusia pada dasarnya memiliki beban taklif, keterikatan terhadap hukum Allah dalam menanggung pahala dan dosanya dalam melakukan perbuatan. Maka tidak heran, paham ini banyak menyebabkan pecandu judi online bebas melakukan berbagai cara sekalipun harus melakukan kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, perampokan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya.

Allah SWT berfirman dalam Quran surat Al Maidah ayat 90 dan 91 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

Ayat ini merupakan larangan tegas dari sang Pencipta Alam Semesta, Allah, untuk umat manusia agar menjauhi judi, karena termasuk perbuatan keji dan perbuatan setan yang dapat menghalang-menghalangi manusia dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Peringatan keras ini sudah menjadi pencegah awal manusia agar tidak mengalami kerusakan.

Lalu, bagaimana Islam, agama yang berasal dari Allah, memberikan solusi secara tuntas dalam menyelasaikan permasalahan judi online ini?

Islam sejatinya tidak hanya agama ritual, tetapi juga melahirkan seperangkat aturan atau sistem kehidupan untuk mengelola hidup manusia agar berjalan sesuai dengan fitrahnya. Islam sebagai sebuah sistem akan melakukan pencegahan dan penegakkan hukum yang tegas, yaitu dengan penerapan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam tatanan kenegaraan, yang disebut Khilafah. Dalam pengaturannya dalam tatanan kehidupan Islam setidaknya ada empat hal yang menjadi pertimbangan dasar dalam mengatasi judi online.

Pertama, mengedukasi setiap individu dan masyarakat dengan tsaqafah Islam, sehingga mereka memiliki mafahim (pemahaman), maqayis (standar/tolak ukur) dan qana’at (keyakinan) yang sama ketika memandang judi adalah suatu keharaman. Edukasi ini juga membuat mereka memiliki Syakhsiyah Islam (kepribadian Islam) untuk menghindari segala kemaksiatan, sehingga timbul sikap saling menasihati dalam kebaikan yang muncul di tengah-tengah masyarakat.

Kedua, kepemilikan umum yang berupa Sumber Daya Alam (SDA) dikembalikan kepada rakyat bukan diambil oleh individu atau investor asing, dengan dikelola oleh negara. Hasil pengelolaan SDA ini akan diberikan secara langsung untuk kesejahteraan rakyat dengan memberikan kebutuhan hidup dan pelayanan umum, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain. Selain itu, kebijakan zakat yang sesuai dengan hukum Islam harus ditegakkan, bukan pengambilan pajak sebagai otoriter negara. Dalam aturan Islam pengambilan dan pendistribusian zakat sudah memiliki aturan baku dan pasti, sehingga ketimpangan sosial Masyarakat tidak akan terjadi.

Ketiga, pengontrolan negara dalam media yang akan menutup celah penyimpangan media semisal judi online. Negara juga wajib memiliki pakar teknologi dan informasi dengan memberikan fasilitas dan gaji yang tinggi untuk menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital. Dengan begitu negara bisa mengawasi media mana saja yang layak atau tidak.

Keempat, penegakan hukum secara total bagi para pelaku judi dikategorikan hukuman ta’zir, karena termasuk perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat (denda). Syaikh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Nizham Al Uqubat fi Al Islam menyebutkan, hukuman ta’zir berupa hukuman mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyaliban, denda, pemboikotan, atau pengucilan, pelenyapan harta, mengubah bentuk harta, ancaman nyata, peringatan, pencabutan hak tertentu, celaan, dan ekspos. Dalam sistem Islam, hukum ta’zir akan disesuaikan dengan ijtihad atau penggalian hukum oleh khalifah sebagai kepala negara.

Demikianlah tatanan Islam dalam bernegara (Khilafah) yang mampu menuntaskan persoalan judi online. Dalam praktik hukumnya, Islam akan melakukan dua hal yaitu, Zawajir (pencegah) dan Jawabir (penembus dosa). Zawajir sesungguhnya untuk mencegah kemaksiatan berulang (kecanduan judi online) atau memiliki efek jera bagi para pelaku judi online mulai dari bandar hingga pemainnya. Islam juga sebagai jawabir yang akan mengampuni dosa para pelaku maksiat ini dengan penegakkan hukum Islam secara kaffah. (Penulis adalah Dosen Universitas Islam 45 Bekasi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *